Sabtu, 18 April 2015

Naskah Drama

Takkan Nelayan Hilang di Laut
Karya Mega Riyawati

Di sebuah daerah transmigrasi tepatnya di desa Nelayan, tinggallah sekelompok masyarakat yang berasal dari berbagai daerah. Ada warga yang berasal dari Padang, Sunda, Jawa, dan masyarakat asli daerah Nelayan yang berpenduduk asli Melayu. Mereka bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, dan penampung ikan.
Siang hari itu suara deburan ombak keras menghantam pesisir pantai. Ombak tersebut menandakan angin laut sedang tak bersahabat, padahal sinar matahari masih terik membakar kulit. Para nelayan yang tinggal di pesisir pantai enggan untuk melaut hari itu karena takut ditelan ganasnya ombak siang itu. Satu di antara nelayan yang tak melaut hari itu adalah keluarga Pak Zaki yang merupakan warga asli daerah Nelayan.
Mimi                      : Ai bang, tak pegi melaut ke?  (mengampiri suaminya yang sedang duduk        termenung di pelantar rumahnya)
Zaki                       : Hemmm dek, nak nyuruh abang mati ke? Nak sangat jadi jande? Sini              duduk     dekat abang (menggeser tempat duduknya dan menyilakan sang istri untuk duduk di sampingnya)
Mimi                      :  Apelah kate abang ni, tak sanggup adek nak jadi jande (duduk di sampan       suaminya sambil memijit sang suami)
Fitria                      : Assalamualaikum…. Mak..ayah Nia lah balek (mengampiri dan                       menyalami orang tuanya)
Zaki                       : Walaikumsalam… dari mane anak ayah ni? Dari tadi pagi lagi kelua baru        nak balek? (menggelengkan kepalanya sambil menepuk pelan pundak si      anak)
Fitria                      : Lah lah yah, tak payahlah nak bedebat lagi, yang penting Nia lah balek,          cacing di perut lah begoyang, mari kita makan (sambil berlari            menuju dapur)

Di rumah yang berbeda, keluarga Pak Erlan yang berasal dari Padang pun juga tak pergi melaut hari itu. Meskipun demikian, ia tak berdiam diri saja di rumahnya melainkan ia tengah asyik memperbaiki jaring untuk menangkap ikan.
Sari                        : Uda, makanlah dulu! Masakan sudah adik hidangkan (berteriak           memanggil suaminya sambil menyiapkan makan siang untuk     keluarganya)
Erlan                      :  Iyo diak, uda lagi memperbaiki jaring yang rusak sebentar lagi selesai             (tetap melanjutkan memperbaiki jaringnya)
Siti Nurafah          : Ayah jangan lama-lama, perut Eva dan mamak lah lapar (tiba-tiba        muncul dari balik pintu rumah)
Erlan                      : Astagfirullah Eva, takajuik ayah! Iyo iyo, ayolah makan!

Dari kejauhan, tampak beberapa orang sedang bertandang ke rumah Pak RT.

Ade                       : Assalamualaikum....(sambil mengetuk pintu 3x)
Buyung                 : Mana iki wong ne? ora muncul-muncul ndas e! (sambil duduk di kursi            yang ada di teras) Buk e.. cahayu.. kene-kene duduk samping bapak!
Lydia                     : Njih pak njih.. kulo wes capek nungguin pak rete yang ndak muncul-  muncul.
Aina                      : Sabar toh cahayu, mungkin pak RTnya lagi turu. Coba toh dek dipanggil        lagi pak RTnya
Ade                       :  Baik buk, Asslamualaikum… kumaha iye ntek ayak urang
Bu RT                   : (Muncul dari belakang ) Ehh ada tamu, udah lame pak? Maaf ye tadi say        ke warung sekejap, suami saye tu membute. (sambil   membuka pintu           dan menyilakan tamunya utnuk masuk)
Lydia                     :  Buk e, Pak retenya buta ya? Tapi kan mata yang buta buk e, kok gak              denger dipanggil dari tadi (berbisik dengan ibunya)
Buyung                 :  Hushh, kamu iku ngawur toh ndok (sambil menepuk pelan pundak                 anaknya)
Aina                      :  Maksud bu Rt itu, suaminya tidur ndok
Bu RT                   :  Tunggu sebentar, saya bangunkan suami saya dulu ( masuk ke bilik)
Pak RT                  : (salam, duduk, dan membuka perbincangan) ada keperluan apa ya                   bapak datang ke    rumah saya? Ada yang bisa saya bantu?
Ade                       : Begini pak, kami ini pendatang, semalam sampai di daerah ini, semalam         mau kemari tapi sudah malam, takut mengganggu.
Pak RT                  : Oh pendatang ya, pantesan wajahnya asing sekali di daerah ini. Bapak-           bapak ini membawa surat pindah?
Buyung                 : Oh bawa pak, kami bawa ( menyerahkan berkas ditangan kepada Pak             RT)
Pak RT                  :  Kalau begitu, sekarang saja kita ke kantor desa.


Di kantor desa

Nani                      :  Selamat siang pak RT. Ada yang bisa saya bantu?
Pak RT                  : Iya, saya nak melapor warga baru yang datang di desa kita. Bu lurahnya         ada? (sambil menyerahkan berkas kepada staf)
Nani                      : Ada pak, mari saya antar.

Di ruangan Bu Lurah.

Nani                      : Permisi Bu, ada warga baru yang mau mengurus surat domisili. Silakan           masuk pak, bu (keluar ruangan)
Bu Lurah               :  Silakan duduk, bapak, ibu, adik. Boleh perkenalkan diri dulu pak?
Buyung                 : Iya bu lurah. Saya Septian, ini istri dan anak saya (sambil menujuk      sebelahnya). Kami berasal dari Jawa Timur, pindah kemari mau        mengadu nasib bu.
Bu Lurah               : Oh begitu, sebelah pak Septian ini siapa ya?
Ade                       : Saya Ade, bu, dari Sukabumi. Pindah kemari juga alsannya sama seperti         Pak Septian.
Bu Lurah               : Baiklah kalau begitu, surat-surat pindahannya sudah dibawakan?
Aina                      : Oh sudah diserahkan ke stafnya tadi bu.
Bu Lurah               : Baiklah nanti akan saya buatkan surat domisili untuk keluarga  bapak- bapak.  Di sini bapak tinggal di mana?
Buyung                 : Kami tinggal di kampung nelayan pak, semalam kami sudah mendapat            rumah panggung yang disewakan.
Bu Lurah               : Baiklah kalau begitu, seminggu lagi bapak dan ibu sudah bisa mengambil        surat domisili ke kantor ini.
Ade                       : Baik bu, terima kasih atas bantuannya. (berdiri sambil menyalami Bu   Lurah)
Bu Lurah               : Sama-sama pak, semoga betah tinggal di desa ini.
Lydia                     : Buk e ayo pulang, aku sudah capek mau pulang.
Aina                      : Iya..iya kita muleh
Keesokan harinya ombak di laut masih sama seperti semalam, namun beberapa nelayan nekat melaut untuk mencari ikan karena persediaan uang di rumah sudah mulai menipis.
Zaki                       : Abang pergi dulu ye dek, (keluar rumah dan mengambil jaring             penangkap ikan)
Mimi                      : Ye bang hati-hati kat laut semoge dapat ikan banyak-banyak   (memberikan bekal untuk  suaminya)
Erlan                      : Bang, mau ke laut ya? Marilah kita pergi sama-sama (melewati rumah             Zaki sambil membawa jaring)
Zaki                       : Ayolah…

Sesampainya di  pantai

Toke                      : Lu semua cari ikan yang banyak ya, sudah lama kalian tak menyetor ikan sama saya (berteriak kea rah Zaki dan Erlan). Untuk kamu berdua (Ade dan Buyung) saya sewakan sampan untuk mencari ikan. Tapi lu semua pahamlah kalau setorannya harus lebih tinggi daripada yang lain.
Buyung                 : Berapa ko setorannya?
Toke                      : Wa kasi murah sajalah… 100 ribu sehari macam mana ?
Ade                       : Mahal nya toke.. kurang sikit lah. Cuaca buruk sekarang, susah mau    mencari ikan
Toke                      : Mana boleh… itu wa dah kasi murah… biasa wa pasang 120 sehari sama        sewa sampan.
Buyung                 : Oke lah toke.. nanti saya bayar 

Di pasar, tempat jual ikan

Dedi                      : Aduh jeng,, harga ikan pada naik.. pusing dehhhh… ( sambil menyiang           ikan)
Mona                     : Iya,,, mana bising lagi toke minta ikan laku terus
Yuni                      : Ya nggak bisa dong, memangnya pembeli sini banyak uang semua, kan           nggak bisa di paksa.
Ista                        : (tiba- tiba datang) hayoooo…. Ngomongin papa wa ya,,, kasi tau papa           
                                 baru tau rasa..                                                                                                    
Dedi                      : Aduuuh… nona cantikk,,,, sok tau deh.. kita tuh lagi ngomongin bisnis
Yuni                      : Tau tuh
Mona                     : Sudah pergi sana, bukannya sekolah malah ke pasar.
Ista                        : Whatever( pergi meninggalkan para pedagang)

Pedagangpun melanjutkan pekerjaannya menjual ikan sambil berteriak-teriak menarik perhatian pembeli. Berbeda halnya dengan keadaan di pantai menjelang senja pada hari itu. Setelah nelayan pulang melaut, mereka menaikan sampan ke daratan kemudian menyetor ikan ke toke.
Yusna                    :  Koko gak ada di rumah. Ikannnya letakkan saja di keranjang itu.
Arma                     :  (muncul dari belakang) sampan juga tolong tambatkan di belakang ya.

Para nelayan pun pulang ke rumah masing- masing. Keesokan harinya para nelayan sudah ada di tepi pantai. Mereka ingin melaut namun masih ragu karena melihat cuaca yang tak kunjung reda. Sambil menunggu keadaan membaik mereka terlibat perbincangan serius.

Ade                       : Aduhh  ternyata susah ya jadi nelayan, tidak di sukabumi atau di sini sama saja
Buyung                 : Iya tambah susah kalau ketemu toke pelit itu.ngomong- ngomong itu      
                                 untuk apa mas?  (sambil menunjuk kearah Erlan)
Erlan                      : Ini namanya jaring atau didaerah saya disebut maelo pukek. Ini gunanya
                                 untuk   menangkap ikan. Kita harus berlayar ke tengah pantai sejauh lebih
                                 kurang1,5 kilometer
Zaki                       : Oh… gitu, kalau daerah melayu sini ada namanya  kelong, yaitu alat penangkap         ikan yang terbuat dari buluh atau kawat yang dipasang di              tengah laut dengan  kedalaman 3-4 meter. Bentuknya bersekat-sekat. Cara mengambil ikannya dengan mengangkatkan bubunya.
Ade                       : Kalau di Sukabumi, para nelayan menggunakan alat rumpon atau pengumpul ikan. Alat ini tidak mengharuskan nelayan mencari-cari ikan di tengah laut, tetapi tinggal mendatangi dan ikan sudah berkumpul di alat pelampung dengan beban coran, menggunakan tambang dihiasi tali rapia dan daun kelapa itu, nelayan tinggal memancing ikan yang                diinginkan.
Zaki                       : Wah, enak juga kalau begitu. Kita tidak perlu susah-susah mencari ikan.
Buyung                 : Alah bapak-bapak, kenapa mesti susah-susah, kita tinggal gunakan pukat    harimau saja, lebih cepat lagi menangkap ikan
Tiba-tiba saja Bu Lurah bersama Pak RT sedang berjalan sambil memantau para nelayan yang akan pergi melaut.
Bu Lurah               : Ehem….ehem…. (berdehem sembari mendaki nelayan-nelayan yang sedang berbincang
Erlan                     : Eh ada Bu Lurah
Bu Lurah               : Saya sebagai kepala desa di sini melarang keras kepada para nelayan untuk     menggunakan pukat harimau. Jadi, saya peringatkan kepada bapak-bapak semua, khususnya kepada Pak Buyung sebagai pendatang                                                     baru di sini untuk tidak       menggunakan alat semacam itu. Tolong bantu saja memantau para nelayan ini ya  pak, khususnya nelayan yang tinggal                                                                                        di RT bapak.
Pak RT                  : Baik bu, saya mohon kerja sama para nelayan di sini untuk tetap menjaga kelestarian laut di daerah kita.
Buyung                 : Maaf bu, maaf sekali lagi. Saya tidak bermaksud untuk menjadi perusak di laut ini (sedikit membungkuk minta maaf)
Bu Lurah               : Sudah tidak apa-apa, saya hanya mengingatkan saja.
Bu RT                   : Bang.bang, bang oiiiii…. (berteriak memanggil suaminya), ada tamu datang ke  rumah katanya mau ketemu abang.
Pak RT                  : Iya dek, tunggu….(berteriak), Bu Lurah saya permisi dulu ya (berlari menghampiri istrinya)
Bu Lurah               : Baiklah bapak-bapak, semoga mendapatkan ikan yang banyak. Saya permisi dulu (berlalu meninggalkan nelayan-nelayan tersebut).
Zaki                       : Ayo kita bergerak, angin sudah mulai teduh!
Ade                       : Duluan bang (menghidupkan mesin sampannya)
Erlan                     :  Jangan melaut terlalu ke tengah, angin tak dapat diprediksi
Buyung                 : Tenang bang, saya ada jampi-jampinya (dengan sombongnya kemudian iya  berlalu dengan sampannya)

Matahari kian terik, semua warga menjalankan aktivitasnya masing-masing. Siang itu tampak toke ikan sedang berjalan kea rah sebuah rumah yang jauh dari keramaian. Toke itu pergi ke rumah dukun kampung yang terkenal di sana.

Dukun                   : Ada perlu apa ke sini? (membakar kemenyan dan menaruhnya di setiap sudut ruangan)
Toke                      : Nek, lu tolong wa lah untuk perbaiki cuaca ini. Setiap hari angin ribut terus ma, nelayan tak dapat nyetor banyak ikan sama wa, wa jadi rugi.
Dukun                   : Letakkan saja sesajen di laut dan ini gantung di perahu nelayan (memberikan beberapa gulungan kain putih yang berisi kemenyan dan daun-daun) pasti akan dapat banyak ikan.
Toke                      : Lu yakin nek? Manjur tidak ini
Dukun                   :  Coba sajalah!
Toke                      : Baik, ini untuk lu nek (memberikan amplop yang lumayan tebal kemudian pergi)

Di perkarangan rumah warga

Aina                      : (sedang menyapu)
Sari                        : Bu, anak saya ada main ke rumah kakak tidak? (menghampiri Aina)
Aina                      :  Tidak bu, tadi saya lihat mereka sedang bermain di depan rumah Bu Mimi (sembari menunjuk ke depan dan melanjutkan kembali menyapu)
Sari                        : Baiklah, terima kasih ya (kembali masuk ke dalam rumah)




Di rumah Mimi

Mimi                      : Nia, berikan ini kepada teman-temanmu (memberikan nampan air dari dapur)
Fitria                      :  Iya mak
Fitria                      :  (datang membawa mainan congklak dan nampan air) tolong ambilkan ini Lidia.
Lidia                      : Ya ampun, kenapa bawa dua-duanya begini (mengambil nampan dari tangan fitria)
Siti Nurarafah       : Sini congklaknya biar saya pegang
Fitria                      :  Kita main congkak ye, tapi hompimpa dulu siape yang main pertame.
Lydia                     : yang menang boleh main dulu ya, ayo Hompimpa alaium gambreng. Si Ipah pakai baju rombeng.
Siti Nurarafah       : Ye… aku dan Lidia yang menang, ayo Lid mulai.
Ista                        : Dasar anak kampung, mainannya gak elit banget! Zaman sekarang main tu  pakai ini (menunjukkan benda elektronik yang bernama tablet) yah, dimaklumin sih ya, anak nelayan sih. Jangankan mau beli tablet, sekolah aja gak punya uang untuk bayar. Hahahahahha (puas mengejek lalu pergi                                                                                       begitu saja)
Lydia                     : Dasar jelangkung! Datang tak dijemput, pulang tak diantar! Aku pukul juga dia (berdiri dan ingin mengejar anak orang kaya yang sombong)
Ista                        :  Kalau berani sini dong, hahahaha dasar anak kampung (menantang)
Fitria                      : Sudah-sudah tak usah dilayan, kita lanjutkan saja mainan ini (menahan   
                                 Lidia yang ingin mengejar dan memukul anak orang kaya)
Ista                        : Kalian penakut (pergi tanpa dihiraukan teman-temannya)

Di tengah-tengah asik bermain, Bu RT datang ke rumah-rumah warga untuk berkumpul di perkarangan rumahnya.

Bu RT                   :  Assalamualaikum…
Anak-anak             : Walaikumsalam….
Bu RT                   : Ada Bu Miminya, nak?
Fitria                      : Ada di dalam bu, saya panggilkan dulu (masuk ke dalam) Mak…. Mak… ada Bu RT di luar, katanya mau ketemu mamak. Ayo mak             (menarik tangan mamaknya)
Mimi                      :  Iya nak, sabar janganlah tarik-tarik emak macam ni (Mengikuti anaknya)
Bu RT                   :  Bu Mimi, tolong segera ke perkarangan rumah saya. Suami saya ingin menyampaikan beberapa hal pada warga. Saya harap ibu dan ibu-ibu yang lain segera datang. Ibu bisakan tolong saya untuk memberitahukan                                hal ini kepada ibu-ibu yang lain?
Mimi                      :  Iya, bu, akan saya sampaikan
Bu RT                   :  Baiklah kalau begitu, saya pulang dulu. Tolong segera ya, bu. Terima kasih (pergi)
Mimi                      : Nah, Lidia dan Eva tolong kasih tahu ke orang tua kalian kalau Pak RT menyuruh datang ke perkarangan rumahnya karena ada beberapa hal yang akan disampaikan. Bisa tolong ibu kan?
Lidia dan Eva       : Baik, bu (berlari ke rumah masing-masing)
Siti Nurarafah       : Mak…. Mak…. Disuruh ke rumah Pak RT, katanya ada perlu (berteriak)
Sari                        : Ada perlu apa? (mengelap tangan di baju)
Siti Nurarafah       : Nanti mak tahu sendiri lah, ayo pergi (menarik tangan mamaknya)

Di rumah Bu Aina

Lidia                      :  Ibu….ibu…. disuruh ke rumah Pak Rete katanya ada perlu (berteriak kea rah dapur)
Aina                      : Opo toh ndok? Kok teriak-teriak begitu? (sedang menyapu lantai dapur)
Lidia                      : Bu RT suruh ngumpul buk e di rumahnya, ada yang mau disampaikan. Sekarang katanya (menarik lengan ibunya)
Aina                      : Aduh, sabar toh ndok, buk e siapkan dulu nyapunya (masih menyapu)
Lidia                      : Nanti aja buk e, ini penting (menarik ibunya)
Aina                      : Wes…wes… ya sudah ayo kita pergi (melempar sapunya)
Sesampainya di rumah Pak RT, ada dua orang gadis yang memakai almamater biru.

Pak RT                  : Ibu-ibu tujuan saya mengumpulkan kalian di sini yaitu desa kita akan
                                dijadikan tempat penilitian oleh dua orang mahasiswa dari kelautan dan  
                                keguruan. Mereka aka nada di desan ini sekitar satu bulan.
                                Nah, adik-adik silakan perkenalkan diri kalian.
Eva                        : Perkenalkan nama saya Eva Sukrisna, mahasiswa kelautan. Di sini saya   
                                akan melakukan penelitian mengenai SDA lautan di desa ini.
Rosa                      : Perkenalkan nama saya Rosalina Manik mahasiswa keguruan yang nantinya akan mengabdi selama sebulan di sini untuk mengajar anak-      anak yang tidak bersekolah.
Bu RT                   : Nah ibu-ibu, mulai besok anak-anaknya dapat belajar di pondok kecil di
                                depan rumah saya setiap pagi dan sore.
Ibu-ibu                  : Baik bu.
Pak RT                  : Cukup sekian saja pemberitahuan dari saya, semoga kedatangan adik- adik di sini dapat memberikan manfaat kepada warga setempat. Ibu-ibu
                                sekarang boleh pulang ke rumah.

Malam harinya, keluarga Pak Zaki, Buyung, Erlan, dan juga Ade menonton di rumah Pak RT. Mereka menonton TV bersama menyaksikan pengumuman yang akan disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia mengenai kenaikan harga BBM.
TV                         : Dari waktu ke waktu, kita sebagai sebuah bangsa kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Meski demikian, kita harus memilih dan mengambil keputusan. Harga premium ditetapkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp             7.500. Untuk rakyat kurang mampu disiapkan perhitungan sosial berupa paket kartu keluarga sehat [KKS], kartu indonesia pintar [KIS] yang segera dapat digunakan untuk menjaga daya beli rakyat dan memulai usaha usaha di sektor ekonomi produktif, pasti akan bermunculan            pendapat setuju dan tidak setuju, pemerintah sangat menghargai setiap masukan masukan, semoga keputusan pengalihan subsidi ke arah sektor produktif ini merupakan jalan pembuka untuk menghadirkan anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat indonesia secara    keseluruhan. Demikian yang bisa saya sampaikan wassalamu 'alaikum warohmatullahi wabarokatuh, setelah ini menteri terkait akan memberikan keterangan secara rinci. Terimakasih.
Buyung                 : yang miskin jadi tambah miskin ini ceritanya.
Zaki                       : Aduh, cuaca buruk, ditambah BBM naik pula. Habislah sudah
Sari                        : Naik sudahlah harga barang pokok, makan nasi pakai garam saja kita.
Mimi                      : Ah ibu bisa saja, takkanlah sampai makan nasi dengan garam aje.
Aina                      :  Iya ni bu Sari, ada-ada saja.
Erlan                      :  Ayo kita pulang, sudah malam

Tiba-tiba Dedi, Mona, dan Yuni datang

Dedi                      : Bapak-bapak dan ibu-ibu, bagaimana kalau besok kita demo saja? (dengan semangat yang berapi-api)
Ade                       :  Demo untuk apa?
Yuni                      :  Lah, bapak gak lihat ya, berita di TV tentang kenaikan BBM?
Ade                       :  Lihat, terus? (bertanya bingung)
Dedi                      : Aduh bapak, masa tidak mengerti? Ya, kita demo ke kantor Lurah supaya BBM tidak dinaikkan (menepuk pundak Ade)
Zaki                       : Memangnya ada pengaruh kalau kita demo? Ini kan sudah menjadi keputusan Presiden.
Erlan                      :  Iya, kita demo pun ke kantor lurah tidak akan ditanggapi
Mona                     :  Kita coba aja dulu bapak-bapak, mana tahu berhasil. Apa bapak-bapak dan ibu-ibu di sini tidak merasa keberatan jika semua harga barang naik? Bagimana juga nasib kami sebagai pedagang ini?
Buyung                 : Kita coba saja besok menanyakan kejelasan berita ini, kalau tidak berhasil, ya apa boleh buat. Sekarang sudah malam, anak-anak sudah         mengantuk, ayo kita pulang!


Keesokan harinya, warga sudah berkumpul di kantor Lurah dengan membawa spanduk bertuliskan “Turunkan harga BBM”

Warga                    : Turunkan harga barang, turunkan harga barang! (berteriak)
Nani                      : (keluar dari dalam kantor dan panik) ada apa bapak-bapak dan ibu-ibu? Kenapa bawa spanduk-spanduk segala?
Ade                       : Kami mau Bu Lurah dan seluruh jajarannya serta Pak RT untuk tidak menaikan BBM di desa ini (berteriak lantang)
Dedi                      : Benar, kami sudah melarat ditambah lagi dengan kenaikan BBM, tambah      melaratlah kami (berteriak)
Nani                      :  Tenag-tenang, pak. Ini semuakan bisa diselesaikan secara baik-baik dan damai, tak perlulah berdemo seperti ini.
Erlan                     : Panggilkan saja Bu Lurah, biar semua jelas

Bu Lurah pun keluar dari dalam kantor untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar

Bu Lurah               : Ada apa, nani?
Nani                      : Ini, bu, warga berdemo karena kenaikan BBM
Bu Lurah               :  Ehem….ehem, para warga yang saya hormati, tidak perlulah berdemo seperti ini, tidak baik.
Zaki                       : Jadi kami harus bagaimana, bu? Membiarkan saja BBM naik dan membuat hidup kami tambah menderita?
Yuni                      : Banar, bu. Bagaimana nasib para pedagang nantinya jika tidak ada lagi warga yang membeli barang dagangan kami karena harganya mahal?
Mona                     :  Kami mohon kebijakan dari ibu untuk menghentikan ini semua!
Sari                        :  Kasihanilah kami, bu. Kami sedang menabung untuk menyekolahkan anak-anak, bagaimana bisa kami melakukan itu kalau BBM naik?
Anak-anak            : Kami mau sekolah…. Kami mau sekolah….
Bu Lurah               : (Berdehem dan berbicara dengan sangat tenang) Bapak-bapak dan ibu- ibu, keputusan ini bukanlah keputusan yang dikehendaki kita. Namun, pada kenyataannya bahwa keputusan inilah yang diambil Presiden kita sebagai jalan yang terbaik untuk membantu memajukan Negara kita.    Keputusan ini sudah resmi dan saya tidak dapat mengubah kebijakan ini.       Saya harap bapak dan ibu mengerti.
Buyung                 : Bu, apakah ibu tidak kasihan dengan warga desa ibu yang serba kekurangan ini? Bagaimana nasib ke depannya nanti?
Mimi                     :  Tolonglah kami, bu
Bu Lurah               :  Maaf bapak-bapak dan ibu-ibu, bukannya saya tidak kasihan tapi mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi keputusan pemerintah dan berlaku untuk semua daerah di Indonesia. Tapi, kalian semua tidak perlu cemas dan takut, saya dengar nanti akan ada bantuan dari pemerintah untuk    seluruh warga. Tapi kalian harus sabar menunggu, soalnya belum ada kabar lebih lanjut mengenai hal ini. Kalian tak perlu risau, jika ada berita mengenai bantuan ini akan saya beritahukan kepada RT setempat agar menyampaikan hal ini kepada kalian.
Nani                      : Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu sudah dengarkan penjelasan Bu Lurah. Saya harap kaian sabar menunggu dan tak perlulah melakukan aksi demo                  seperti ini lagi.
Warga                   : Kami tunggu, bu, berita dari ibu ( balik arah dan pulang ke rumah masing-masing)
Nani                      : Ada-ada saja kelakukan para warga ini ya, bu (sedikit ketus)
Bu Lurah               : Biarkan saja, ayo kamu kembali bekerja (masuk ke dalam)
Nani                      : Baik, bu.

Hari itu tak seorang nelayan pun yang pergi melaut karenba masih kecewa dengan berita tentang kenaikan BBM. Toke menjadi risau karena tak ada pemasukan hari ini.

Yusna                    : Kenapa bang, melamun saja dari tadi? (memijit bahu toke)
Arma                     : Iya bang, apa sedang memikirkan nelayan-nnelayan itu? (memijit kaki toke)
Toke                      : Lu-lu pada tahulah kondisi sekarang seperti apa, barusan wa dengar kalau warga sedang berdemo di kantor Lurah. Mereka marah karena BBM naik dan tak mau melaut. Bagaimana wa tak pusing, uang masuk                 pun tak ada, haiyaaa! (menepuk jidatnya)
Yusna                    :  Lu harus tegaslah bang, masa iya mau diinjak-injak sama para nelayan itu?
Arma                     : Kalau lu tak ada pemasukan, bagaimana wa dan dia mau belanja ma? (menunjuk ke Yusna)
Toke                      :  (berdiri dan marah) Sana! Lu berdua belanja saja pikirannya, istri-istri tak becus (lalu pergi)
Arma                     : Si Apek, tak bisa dinasihati! Ayo kita jalan-jalan saja (pergi keluar)

***
(Di rumah Erlan)
Zaki                       :  (datang menghampiri) lagi buat apa pak?
Erlan                     : (menarik tali-tali dari jaring yang sedang dipegangnya) ini saya lagi    menyiapkan tali jaring untuk menangkap ikan.
Zaki                       : Bapak melaut hari ini?
Erlan                     : Tidak, saya hanya akan menebar jala ini saja berlayar ke tengah pantai            sejauh lebih kurang 1,5 kilometer
Zaki                       : Oh, Meulo pukek ya pak?
Erlan                     : Iya, cuaca seperti ini ditambah lagi BBM yang baru naik, buat saya    malas mau pergi melaut. Untuk cari pemasukan, yah saya melakukan        cara ini saja untuk tetap mendapatkan ikan meskipun tidak banyak tanpa       harus pergi melaut.
Zaki                       :  Wah mantap itu pak, bisakah saya ikut membantu? Saya penasaran cara        orang Padang menangkap ikan dengan meulo pukek ini.
Erlan                     : Tentu pak, menangkap ikan dengan cara ini memang membutuhkan    beberapa orang untuk melemparkan jala ini di laut.

Ade datang dari arah rumahnya, kemudian ikut berbincang bersama dua orang nelayan itu.

Zaki                       : Mas Ade mau ikut melempar jala ke tengah pantai?
Ade                       : Ini cara menangkap ikan dengan meu….meu…. meu apa ya? (mengingat-ingat sambil menggarukkan kepalanya yang tidak gatal)
Erlan                     : Meulo pukek, mas
Ade                       : Nah, itu dia yang saya maksud. Wah, saya mau dong ikutan, sekalian             belajar bagaimana budaya nelayan Padang mencari ikan dengan cara ini.
Zaki                       : Iya, dari pada kita tidak melakukan apa-apa. Besok-besok kalau kita mencari ikan ke tengah laut, kita bisa belajar lagi cara menangkap ikan    menggunakan alat rumpon seperti yang pernah disampaikan Pak Ade.
Ade                       : Hahaha, masih ingat aja, mas (menepuk pundak Zaki) Oh iya, kok saya          tidak melihat Pak Buyung, ya (menoleh ke kiri dan ke kanan)
Erlan                     :  Saya juga tidak melihatnya beberapa hari ini. Ya sudah, ayo kita pergi           ke tepi pantai.

***
Ade                       : Caranya bagaimana pak?
Erlan                      : Kita harus berlayar ke tengah pantai sejauh 1,5 kilometer terlebih        dahulu, untuk menebar jaring. Setelah jaring disebar, kita harus   kembali ke tepi pantai, untuk menarik jala tersebut. Kemudian, kita     berjalan mundur secara teratur. Pak Ade yang paling belakang akan maju    ke depan untuk mengisi kekosongan secara bergantian. Ayo!

Mereka pun melakukan kegiatan maelo pukek ini dengan semangat, setelah berpenat-penat ria menarik jala, para nelayan berbaring di pesisir pantai sambil mengumpulkan ikan yang telah didapat.
Erlan                         : Terima kasih bapak-bapak yang sudah membantu, ini ikan yang di                           dapat kita di bagi rata (memberikan ikan)
Zaki                          : Terima kasih, pak. Lumayan untuk lauk makan hari ini (mengambil               ikan dengan senang)
Ade                          :  Iya, pak. Terima kasih sudah mau berbagi dengan kami.
Erlan                         : Sudah seharusnya kita saling berbagi. Ayo kita pulang, istri-istri pasti                       sudah menunggu di rumah (membawa jala)
***
Sari                        : Kama’ uda ni? Alun pulang lai (cemas)
Aina                      : Mungkin mereka masih di pantai, bu (menenangkan)
Mimi                      : iye, bu. Saye rase sebentar lagi mereka juge balik ke rumah.
                                   Pak Buyung ikut juga, ya?
Aina                      :  Eee….eeee… Mas Buyung ada di rumah, bu. Dia sedang tidak enak             badan. Nah itu suami-suami ibu sudah pulang (mengalihkan        pembicaraan)
Sari                        : Manga’ baru pulang uda? Sudah jam barapo ni?
Erlan                      : Uda baru siap menariak jala nyo diak. Ini ikan buat makan malam       (memberikan ikan kepada istrinya) oh iya, suami Bu Mimi langsung             pulang tadi.
Mimi                      : Kalau begitu, saye nak pulang dulu. Permisi (pulang ke rumahnya)
Aina                      : Saya juga pulang dula ya, bu, pak (melangkah pulang menuju rumahnya)
Erlan                      : Bu, Aina. Ini ikan untuk ibu, mohon diterima (memberikan ikan)
Aina                      :  Aduh, pak, tidak usah repot-repot. Saya jadi tidak enak.
Sari                        : Sudah, bu, ambil saja
Aina                      : Kalau begitu saya ambil, terima kasih ya. Saya pamit pulang dulu,      permisi (melanjutkan langkahnya menuju rumah)
Erlan                      : Kama’ Nia diak? (mencari-cari anaknya)
Sari                        : Masih belajar basamo kawan-kawanyo di pondok Pak RT. Ayo masuk           uda.
***
Beberapa hari kemudian pasca aksi demo para warga dan cuaca sudah sedikit membaik, beberapa nelayan sudah ada yang pergi melaut. Namun, tidak seperti yang dilakukan oleh Pak Buyung.

Lidya                    : Pak, bapak, pak (membangunkan bapaknya yang sedang tertidur pulas)          sudah pagi pak, pak, pak
Buyung                 :  Ah kamu ini, ganggu bapak saja. Sana-sana pergi
Aina                      : Pak e tidak pergi melaut pak, udah siang ini.
Buyung                 : Malas, sudah sana pergi jangan ganggu (melanjutkan tidurnya kembali)
Lidya                    : Bapak pemalas! (berlalu meninggalkan orang tuanya)
Aina                      : Kalau bapak tidak melaut, mau makan apa kita pak, beras sudah habis            (duduk di samping suaminya dan membangunkannya dengan suara halus)
Buyung                 : Kamu itu kenapa bising sekali, angin kencang, harga BBM naik, malas           sekali aku mau pergi melaut. Sudahlah mengutang saja di pasar sana,     katakan pada mereka nanti saya bayar uangnya (melanjutkan tidur          kembali)
Aina                      :  Tapi, pak…..
Buyung                 :  (Menolaknya dari atas kasur) tapi apalagi? Sudah pergi sana! Jangan             ganggu lagi!

Di pesisir pantai tampak toke dan dukun kampung sedang memberikan sesuatu kepada para nelayan yang bekerja padanya.

Toke                      : Nek, ini bagaimana cara meletakkannya?
Dukun                   : Panggil para nelayan itu!
Toke                      : Eh lu nelayan-nelayan, cepat kemari!
Zaki                       : Ada apa ko?
Dukun                   :  Letakkan sesajen ini di tengah laut, lalu gantung benda ini diujung    sampan! (memberikan gulungan kain)
Erlan                     : Untuk apa?
Dukun                   : Jangan banyak tanya! (kemudian pergi)
Toke                      : Sudah-sudah lu lu pada ke laut sana!
Ade                       : Ini namanya sesajen, supaya dapat banyak ikan, sedangkan kain ini    penangkal kemalangan di laut, itu yang pernah saya dengar, soalnya di       kampung saya pake kayak gitu juga (menarik sampannya sampai di bibir            pantai)
Erlan                     :  Takabur itu, ada-ada saja itu toke.
Zaki                       :  Sudahlah pakai saja, dari pada toke itu bising nantinya. Ayo kita pergi!

***
Eva                        :    Mbak, nelayan di sini melaut terus ya?
Nani                      :    Yah, tergantung cuaca mbak, kalau cuacanya baik tentunya para nelayan itu tetap melaut tetapi kalau cuacanya ektrim seperti ini, yah ada juga beberapa nelayan yang tidak pergi melaut.
Eva                        :    Lalu, ikan-ikan apa saja yang menjadi tangkapan utama di desa ini?
Nani                      :    Banyak mbak, ada ikan tenggiri, ikan tuna, dan beberapa jenis ikan lainnya. Wah kalau mbak mau lebih banyak tahu tentang itu, datang saja nanti ke rumah para nelayan.
Eva                        :    Iya mbak, nanti saya ke sana. Terima kasih, ya.
Nani                      :    Sama-sama.
***
Rosa                      :    Adik-adik, cita-citanya mau jadi apa?
Lidya, Siti, dan Fitria                                                                                                                          : Jadi guru, jadi dokter, jadi polisi (suara riuhpun datang dari anak-anak    yang ikut belajar)
Rosa                      :    Satu-satu dong, ayo di mulai dari Nia, Siti, dan Lidya, ayo!
Fitria                     :    Saya mau jadi guru kak, biar bisa mencerdaskan anak bangsa (seru dengan semangat)
Siti Nurarafah       :    Kalau saya mau jadi dokter kak, biar bisa ngobatin warga di desa ini
Lidya                    :    Kalau saya jadi polisi kak, biar bisa nangkap para korupsi
Pecahlah suara tawa anak-anak itu.

Rosa                      :    Cita-cita adik-adik semua bagus dan mulia sekali. Tapi, untuk mencapai       cita-cita itu kalian semua harus rajin belajar dan terus berusaha serta terus berdoa pada Tuhan.
Lidya                    :    Macam mana kami mau belajar kak, duit saja tidak ada untuk sekolah (sambil menggambar-gambar di bukunya)
Siti Nurarafah       :    Iya kak, makan saja susah, apalagi mau sekolah. Mana mungkin cita- cita kami bisa tercapai.
Fitria                     :    Tapi kan meskipun kita tidak sekolah, kita masih bisa belajar.
Lidya                    :    Belajar pakai apa? Berguru pada ikan?
Siti Nurarafah       :    Minta ajarkan orang tuamulah
Lidya                    :    yang ada aku kena semprot bapake dan disuruh belajar dagang aja sama       ibu.
Rosa                      :    Adik-adik, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Selagi kita mau terus berusaha, Tuhan pasti akan menunjukkan jalan pada umat-Nya. Kalian harus bisa menjadi anak yang membanggakan, yang dapat mengangkat derajat orang tua kalian. Apa kalian mau hidup seperti ini                                                                                                           terus?
Anak-anak            :    Tiiiiddaaaakkk kak!
Rosa                      :    Nah, untuk itu mulai sekarang kalian harus terus belajar. Ini kakak bawakan buku-buku bacaan untuk kalian, semoga bermanfaat. Kakak juga berharap desa ini akan mendapatkan bantuan biaya sekolah untuk                                                                                  adik-adik.
Fitria                     :    Semoga kak.
Rosa                      :    Ayoo lanjutkan membacanya.
***
Dedi                      :    Mona, pinjam parang sebentar ya, parangku sedang diasah di belakang (mengambil parang disebelah)
Mona                     :    Ambil saja, aku juga sedang tidak memakainya.
Bu RT                   :    Mbak, beli ikannya sekilo (memilah-milah ikan yang akan dibelinya)
Yuni                      :    Ikan yang ini bu?
Bu RT                   :    Iya mbak, berapa?
Yuni                      :    RP35.000,00 bu (sambil mengantongi ikan)
Bu RT                   :    Ini uangnya. Terima kasih ya. (pergi berlalu)
Mona                     :    Wah mbak Yuni, udah pecah telor aja pagi-pagi.
Yuni                      :    Mbak Mona bisa aja.
Mona                     :    Ikaaann….ikaaan….ikaaan…. beli ikannya bu (berteriak menawarkan ikannya)
Dedi                      :    Ini parangnya, Mon. Terima kasih, ya.
***
        Senja telah tiba, para nelayan kembali ke peraduannya setelah mengantarkan ikan ke rumah toke.
Ade                       :    Nasib-nasib, sudah bujang, cari ikan susah, ditambah BBM naik (sambil       menyeruput kopi)
Ista                        :    (datang dari arah belakang) cie… bang Ade lagi melamun. Cieee
Ade                       :    Hush…. Sok tahu kamu. Sana pergi!
Ista                        :    BBM naik, cinta tak ada, hidup melajang sendiri, oh sedihnya nasibku ini (bernyanyi dengan nada sumbang untuk mengejek Ade)
Ade                       :    Anak sama bapak sama saja, suka buat onar.
Ista                        :    Jangan marah-marah bang, nanti nasibnya tambah melarat (tertawa terbahak-bahak)
Ade                       :    (mengambil sandal) dasar cabe rawit, kamu mau pergi atau saya lempari       pakai sandal ini? Pergi sana!
Ista                        :    Hahahaha….. Bang Ade ngamuk, kabuuurrr….. (berlari sambil tertawa)
Ade                       :    Dasar bocah nakal! Haduuuhhh Gusti…. Bagaimana nasibku ini? (berbaring sambil mengkhayal)
(Tarian)
Malam menjelang, Bu Mimi yang akan segera tidur terlebih dahulu memeriksa dan memastikan pintu dan jendela sudah terkunci. Namun, ketika ia ingin menutup gorden jendela, ia melihat Ade sedang tertidur di kursi luar rumahnya. Bu Mimi pun membuka pintu dan menghampirinya.

Mimi                     :    Dik…. Oi dik…. (mengguncang tubuh Ade)
Ade                       :    (ketiduran kemudian terkejut mendengar ada orang yang       memanggilnya) Astagfirullah…. Bu Mimi mengagetkan saja (duduk          sambil mengucek-ngucek matanya)
Mimi                     :    Maaf dik, jika saya menganggu, tapi alangkah lebih baik tidur di dalam        saja, banyak nyamuk di sini.
Ade                       :    Eh, iya bu. Saya ketiduran. Terima kasih telah dibangunkan.
Mimi                     :    Sama-sama, dik (lalu pergi kembali masuk ke rumahnya)



Keesokan harinya
Aina                      :    Selamat pagi, bu.
Bu Lurah               :    Iya selamat pagi juga. Mau ke pasar?
Aina                      :    Iya, lagi tunggu Bu Mimi dan Bu Sari
Bu Lurah               :    Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu ya mau ke kantor (pergi)
Mimi dan Sari       :    Ayo bu Aina, kita ke pasar.
Aina                      :    (tiba-tiba berhenti)
Mimi                     :    Ada apa, bu? Ada yang ketinggalan?
Aina                      :    Ti…ti…dak (menjawab ragu dan mengelus-elus dadanya)
Sari                        :    Lalu, kenapa ibu berhenti?
Aina                      :    Tiba-tiba saja perasaan saja menjadi tidak enak, tidak tahu kenapa?
Mimi                     :    Perasaan ibu saja, ayo bu kita ke pasar, nanti kesiangan
Aina                      :    Ayo
***
Toke                      :    Haiya lu, sudah berapa lama tak melaut? Sudah banyak uang?           (menunjuk-nunjuk ke arah Septian)
Buyung                 :    Maaflah ko, kemarin saya sakit, baru busa melaut sekarang (menarik             sampan)
Toke                      :    Banyak alasan punya ma, lu hari ini haru setor ikan banyak-banyak, kalau tidak wa tarik sampan yang lu pakai
Buyung                 :    Cekik mati aku aja ko, BBM naik, ikan susah dicari,ditambah setoran           ke koko lagi. Kasihlah kami kelonggaran
Zaki                       :    Kami sudah bicarakan itu kemarin mas, tapi seperti biasa, tu toke tak            mau toleransi (Sambil berbisik)
Ade                       :    Sudah-sudah, mari kita cari ikan. Hari sudah semakin terik.
Buyung                 :    Dasar apek pelit, mati tak cium surge tu orang (menghidupkam mesin           sampan sambil marah)
Zaki                       :    Hush pak, tidak boleh berbicara seperti itu. Ayo kita pergi
***
Para nelayan sudah berpencar ketika sampai di tengah laut, angin bertiup kencang dan ombak kuatpun menggoyangkan sampan-sampan nelayan.

Buyung                 :    Ya Gusti, tolong redakan ombak dan anginnya (berdoa ketakutan)
Tiba-tiba saja gelombang besar datang diikuti suara angin yang menakutkan dan menghentam badan sampan milik Pak Buyung. Pak Buyung panik melihat sampannya oleng dan kemudian terbalik tersapu ombak.

Buyung                 :    Tolong…..tolong…..tolong saya…. (berteriak sambil berenang menuju        sampannya)
Tidak ada seorang pun yang mendengar teriakan Buyung.

Buyung                 :    Tolong….tolong….tolong saya (berenang menyelamatkan diri)
Beberapa saat kemudian, tak terdengar lagi suara minta tolong. Pemiliki sampan dan sampannya hilang seketika.
***
Aina                      :    Mbak, sayur ini sekilonya berapa?
Mona                     :    Rp6000-,
Sari                        :    Mbak, tolong bungkuskan cabe dan bawang setengah kilo ya            (mengambil dompet di keranjang belanjaan)
Lidya                    :    Ibuuuuuuuuu….ibuuuuuuuuu….ibuuuuuuuu (teriak sambil menangis)
Aina                      :    Ada apa nak? Kenapa menangis? (menghampiri anaknya)
Lidya                    :    Bapak bu, bapak (meraung-raung)
Mimi                     :    Kenapa bapaknya nak? (mendekat lalu mengusap-usap kepala si anak)
Lidya                    :    Bapak buuuuuu
Aina                      :    Ayo cepat ceritakan kepada ibu, kenapa bapak? Jangan buat ibu       penasaran begini.
Lidya                    :    Bapak hanyut bu, bapak hanyut! Ayo kita ke pantai! Sudah ramai     orang-orang di sana
Aina                      :    Apa? (semua barang yang ada di tangan jatuh dan kemudian pingsan)
Mimi                     :    Tolong-tolong.... (berteriak sambil menopang Bu Aina)
Yuni                      :    Kenapa bu, ada apa? (membantu menopang)
Sari                        :    Ada yang punya minyak angin tidak?
Mona                     :    Ini pakai punya saya saja (menyerahkan minyak angin)
Dedi                      :    Ada apa ini bu? (mengipas-ngipas)
Mimi                     :    Suaminya hanyut, tadi anaknya datang. Ayo bawa ke pantai!
Yuni                      :    Tapi ini lagi pingsan bu
Mimi                     :    Bawa saja dulu, nanti kita baringkan di pondok

Mereka pun memapah Bu Aina menuju pantai
***
Pak RT                  :    Bagaimana sudah ketemu?
Zaki                       :    Belum pak, sampannya juga tidak nampak
Bu Lurah               :    Nani, segera hubungi bantuan Tim SAR. Suruh mereka cepat ke sini!
Nani                      :    Baik, bu (berlari menuju kantor)
Bu Lurah               :    Bagaimana bisa begini pak?
Ade                       :    Saya tidak tahu bu, setelah sampai di tengah laut kami kemudian      berpencar. Angin dan ombak pada saat itu memang sangat kuat dan     kencang. Sehingga kami tak mendengar apapun.
Pak RT                  :    Bapak-bapak tolong cari di sekitaran pantai dan pohon-pohon bakau itu!
Aina                      :    Mana suami saya….mana suami saya (berlari menuju pantai)
Bu Lurah               :    Tenang bu, warga di sini sedang berusaha untuk mencari suami ibu.
Lidya                    :    Bapak….bapak….(Menangis)
Fitria                     :    Lidia tenang dong, jangan nangis lagi ya (mendekati dan menenangkan)
Siti Nurarafah       :    Iya, nanti pasti ketemu kok.
Ista                        :    Mana mungkin ketemu, pasti sudah dimakan ikan paus (mendekat dan         menakuti Lidia)
Fitria                     :    Ngomong apa sih kamu?, tidak baik tahu berbicara seperti itu.
Ista                        :    Mana ada orang yang bisa selamat kalau sudah tenggelam di tengah laut
Lidia                     :    Diam kamu! Diaaammm! Bapak……..bapak…… (menangis histeris)
Aina                      :    Cari suami saya pak, temukan dia, cari pak, cari (menarik lengan Pak            RT)
Bu RT                   :    Sabar bu, sabar, kita sedang berusaha sekeras mungkin untuk            menemukan suami ibu.
Toke                      :    Lu jangan nangis la, bagaimana bisa orang-orang pada tenang kalau lu          nangis (berdiri di samping Pak RT sambil mengipas-ngipas)
Yusna                    :    Pak, pak (memanggil Dedi) tolong panggilkan dukun kampung segera!
Dedi                      :    Sekarang, bu? (bertanya polos)
Arma                     :    Besok! Ya sekaranglah! Sana pergi!
Aina                      :    Mas….dimana kamu mas… dimana? (menangis tersedu-sedu)
Mona                     :    Sabar bu, sabar. Kita berdoa semoga Pak buyung bisa selamat.
Yuni                      :    Iya, bu tenang. Semua sedang berusaha untuk mencari pak buyung.
Yusna                    :    Kalau nangis terus, emangnya suami situ bakal pulang (berbicara       dengan nada ketus)
Mona                     :    Tidak baik ibu berbicara seperti itu
Arma                     :    Lebih baik Bu Aina pulang saja, kalau di sini malah bikin pusing warga        yang nyari suaminya
Yuni                      :    Sebaiknya ibu saja yang pulang, dari pada buat keributan di sini

Saat semua warga sedang panik, tim SAR datang untuk mencari Pak Buyung.

Petugas SAR 1     :    Dimana terakhir kalian bertemu?
Zaki                       :    Terakhir di tengah laut pak
Petugas SAR 2     :    Bisakah bapak gambarkan bagimana ciri-ciri korban?
Ade                       :    Dia memakai pakaian warna putih dan topi serta menggunakan celana          pendek.
Petugas SAR 3     :    Baiklah, kami akan mencari Pak Buyung. Saya harap beberapa warga           dapat membantu kami mencari Pak Buyung.
Aina                      :    Saya ikut pak, saya ikut (berlari kea rah Tim SAR)
Petugas SAR 1     :    Maaf ibu tidak bisa, ini berbahaya.
Aina                      :    Tapi saya istrinya pak
Petugas SAR 2     :    Kami tahu bu, maka dari itu kami tidak mengizinkannya. Mohon ibu           mengerti.
Petugas SAR 3     :    Ayo kita cari!
Bu RT                   :    Bu Aina dan Lidia, lebih baik pulang saja dahulu, jika sudah ada kabar         akan kami beritahu ibu.
Aina                      :    Tidak bu, saya masih mau di sini, saya mau mencari suami saya
Bu Lurah               :    Benar apa yang dikatakan Bu RT, lebih baik ibu beserta anak pulang            saja dahulu. Sementara itu biarkan warga mencari suami ibu.
Sari                        :    Ayo bu, kita pulang (memapah Bu Aina)
Mimi                     :    Lidia, ayo kita pulang, nak. Kita tunggu di rumah saja (mengelus kepala       Lidia)
Lidia                     :    Tapi bapak….. (mengusap air matanya)
Siti Nurarafah       :    Kamu tenang, bapakmu akan ditemukan, kita berdoa saja.
Fitria                     :    Iya, ayo kita pulang, Lid. Kita tunggu di rumah saja.
Aina                      :    Tolong beritahu saya segera ya bu, kalau ada kabar tentang suami saya.
Bu Lurah               :    Pasti, pasti akan kami kabarkan kepada ibu.

Aina dan anaknya pulang ke rumah dengan diantar oleh bebepa warga. Tak berapa lama kemudian, dukun pun datang.

Dukun                   :    Kenapa panggil saya?
Yusna                    :    Ini nek, ada warga yang tenggelam, tolong cari tahu di mana             keberadaannya.
Dukun                   :    Kenapa bisa tenggelam?
Ista                        :    Diterjang ombak dia, nek.
Dukun                   :    (membaca jampi-jampi sambil memejamkan mata) aduh, dia sudah    tidak ada.
Toke                      :    Maksud lu apa nek?
Dukun                   :    Sudah tak dapat diselamatkan lagi
Pak RT                  :    Jangan berbicara sembarangan, nek. Tim SAR sedang mencari, saya yakin Pak Buyung masih hidup.
Dukun                   :    Kamu tahu apa? Saya lebih tahu lagi, sudahlah percuma mencari dia,           dia tidak akan ditemukan. Namun, jika kalian bersikeras untuk mencarinya lebih baik kalian hanyutkan sesajen ini ke laut, semoga            mayatnya dapat langsung ditemukan.
Bu Lurah               :    Kalau kami melakukan itu, berarti kami musyrik. Kami serahkan      semua hasilnya kepada Tuhan dan tetap berusaha untuk mencari Pak      Buyung.
Yusna                    :    Apa yang dikatakan dukun ini benar, bu. Laut itu dalam, apalagi cuaca         seperti ini, mana mungkin ditemukan.
Bu RT                   :    Tidak ada yang tidak mungkin, bu.
Toke                      :    Sudahlah, percuma lu-lu orang cari. Percaya saja pada dukun ini. Dia           orang pintar.
Pak RT                  :    Kami akan terus berusaha dan berdoa.
Dukun                   :    Terserah kalian, yang penting saya sudah mengingatkan (pergi)
Arma                     :    Ayo, kita pulang juga (mengajak Yusna, Toke, dan Ista pulang)
Ista                        :    Papa, kenapa mereka tidak mau percaya sama dukun? Dukun itukan             sakti dan pintar
Toke                      :    Mereka semoa orang bodoh
Yusna                    :    Makanya kamu jangan main sama anak-anak desa sini, nanti kamu jadi         bodoh.
Ista                        :    Iuh, mana mau aku main sama orang seperti itu, menjijikan.
Arma                     :    Bagus



***
Petang menjelang, beberapa warga masih berada di laut bersama Tim SAR untuk mencari keberadaan Pak Buyung. Namun, sudah 6 jam mencari pada hari itu tetap tak juga ditemukannya Pak Buyung. Akhirnya, Tim SAR dan warga kembali ke panati untuk menghentikan pencarian pada hari itu.

Petugas SAR 1     :    Maaf bu, kami sudah mencari ke tengah laut dan pesisir pantai, namun Pak Buyung belum juga ditemukan.
Pak RT                  :    Jadi bagaimana?
Petugas SAR 2     :    Terpaksa kami sudahi dulu pencarian Pak Buyung hari ini. Besok kami akan berusaha untuk mencari lagi.
Bu Lurah               :    Saya mohon kepada bapak-bapak untuk tetap mencari Pak Buyung.
Petugas SAR 3     :    Pasti bu, ini sudah menjadi tanggung jawab kami. Semoga besok cuaca tidak seburuk hari ini, sehingga akan lebih memudahkan kami untuk             mencari Pak Buyung.
Petugas SAR 1     :    Kalau begitu, kami pamit dulu bu. Besok kami akan datang lagi.
Bu RT                   :    Terima kasih, pak.
Zaki                       :    Kalau begitu, saya dan nelayan yang lain pulang dulu, pak,bu, permisi (pergi)
***
Berhari-hari pencarian Pak Buyung dilakukan, namun belum ada tanda-tanda keberadaannya. Tim SAR terus berusaha mencari, tapi pada akhirnya mereka menghentikan pencarian karena memang sudah tak dapat lagi menemukan Pak Buyung.

Petugas SAR 1     :    Maaf bu, kami sudah tidak bisa lagi mencari keberadaan suami ibu. Sudah 7 hari tetap tidak menemukan hasilnya.
Petugas SAR 2     :    Kami sudah berusaha semampu kami untuk mencari Pak Buyung, tapi hasilnya nihil. Kami mohon maaf karena sudah tidak bisa lagi             melanjutkan pencarian ini.
Petugas SAR 3     :    Kepada Bu Lurah, Pak RT, Bu RT, terutama Bu Aina beserta anak, kami mohon maaf. Hanya keajaiban Tuhan lah yang dapat menemukan Pak Buyung. Semoga keluarga ibu  tabah dan selalu berdoa untuk                                              segala kemungkinan yang terjadi.
Aina                      :    Terima kasih bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah berusaha mencari suami saya. Saya mohon maaf jika selama ini saya menyusahkan kalian semua, mungkin Tuhan sudah menakdirkan suami saya seperti ini.
Petugas SAR 1     :    Berdoa saja, bu. Semoga ada keajaiban Tuhan datang kepada ibu.
Aina                      :    Terima kasih pak, terima kasih (menyalami petugas SAR sambil menahan tangisan)
Pak RT                  :    Terima kasih, pak, sudah membantu kami untuk mencari Pak Buyung (menyalami Tim SAR)
Petugas SAR 1,2, dan 3 : sama-sama pak, kami pamit. Assalamualaikum
Warga                   :    Walaikumsalam
Lidia                     :    Buk e, jadi kita bisa ketemu bapak lagi? (menangis)
Aina                      :    Buk e ndak tahu, kita berdoa saja pada Gusti Allah supaya bisa menemukan bapakmu (menenangkan anaknya)
Ade                       :    Maaf Bu Aina, apakah pengajiannya tetap dilaksanakan?
Aina                      :    Iya Mas, pengajian tetap dilanjutkan
Zaki                       :    Baiklah, kalau begitu. Saya dan Ade akan memanggil warga untuk ikut pengajian bersama kita. Ayo, De.
Erlan                     :    Saya akan cari pinjaman tikar dulu ke rumah Pak RT, permisi bu

Sudah tujuh hari berlalu, duka masih terus dirasakan oleh keluarga Pak Buyung. Seluruh warga berganti-gantian menghibur Bu Aina beserta anak. Termasuk hari ini, warga membantu Bu Aina untuk menyiapkan pengajian untuk Pak Buyung yang masih belum dapat ditemukan.

Ista                        :    Papa, papa tidak ke rumah Bu Aina? Ramai orang di sana (duduk di sebelah papanya)
Toke                      :    Agama kita berbeda, untuk apa kita datang (mengipas-ngipas)
Ista                        :    Yah, datang aja pa, lihat orang-orang itu sedang menangis
Yusna                    :    Untuk apa kita pergi, biarkan sajalah.
Arma                     :    Kamu masuk kamar saja sana, belajar atau ngapain lah. Jangan keluar rumah!
Ista                        :    Iya, dasar cerewet! (pergi ke kamar)
Toke                      :    Lu berdua ayo pijatkan wa. Badan wa sakit sekali
arma                      :    Lu udah tua pek! (berbisik-bisik dengan Yusna)
Toke                      :    Lu bicarakan wa ya? (berbalik arah penuh curuga)
Yusna                    :    Tidak, ayo ke kamar biar kami pijatkan!

***
Warga                   :    Yasiiin, wal kur anil hakim…. Innaka….

Tok…tok…tok… bunyi ketukan pintu. Warga berhenti mengajai dan melihat kea rah pintu.

Polisi                     :    Maaf,apakah benar ini kediaman Bu Aina?
Aina                      :    (keluar rumah) iya, saya Aina. Ada yang bisa saya bantu pak?
Polisi                     :    Apakah benar suami ibu bernama Septian yang hanyut seminggu yang lalu?
Aina                      :    Ya, benar. Ada apa ya pak?
Polisi                     :    (Menoleh ke belakang) Pak, ayo ke mari!

Semua orang mengikuti arah pandangan pak polisi itu dan betapa terkejutnya mereka melihat sosok yang sudah seminggu ini menghilang kemudian muncul di depan mereka.
Aina                      :    Mas Buyung…. Ini benar mas Buyung? (mendekati sosok yang mirip suaminya itu)
Polisi                     :    Iya, ini Pak Buyung. Dia ditemukan di pelabuhan desa seberang tiga hari yang lalu. Namun, pada saat itu beliau koma sehingga tidak bisa kami mintai keterangan. Baru hari ini kami bisa mengantarkan Pak                                                       Buyung ke rumahnya.
Aina                      :    Allahu Akbar, terima kasih Ya Allah, Kau telah mendengarkan doaku (bersimpuh dan menangis)
Lidia                     :    Ye…. Bapak pulang, bapak pulang (memeluk bapaknya)
Warga                   :    Alhamdulillah
Polisi                     :    Pak Buyung harus beristirahat total untuk memulihkan kondisinya. Saya      harap warga di sini tidak menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tenggelamnya Pak Buyung, sebab beliau masih trauma.
Pak RT                  :    Iya pak, terima kasih sudah mengantarkan Pak Buyung kembali ke desa       ini.
Polisi                     :    Ini sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya permisi dulu ya. Asslamualaikum
Warga                   :    Walaikumsalam
Zaki                       :    Ayo, kita bawa Pak Buyung ke dalam rumah
Erlan                     :    Iya, sini saya bantu (memapah Pak Buyung ke kamarnya)

Di luar kamar

Aina                      :    Bapak-bapak dan ibu-ibu saya mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama ini. Allah Swt. Mendengar doa kita semua. Saya mohon maaf jika selama ini saya merepotkan bapak-bapak dan ibu-ibu.
Bu Lurah               :    Sudah kewajiban kita untuk saling membantu antar sesame, bu.
Bu RT                   :    Iya, kami ikut bahagia atas kepulangan suami ibu.
Pak RT                  :    Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu saya juga mengucapkan terima kasih atas       tenggang rasa serta toleransi dari bapak-bapak dan ibu-ibu sudang mau meluangkan waktunya untuk membantu keluarga Bu Aina yang sedang                                           tertimpa musibah.
Mona                     :    Sama-sama pak, kami senang bisa membantu. Kita semua inikan keluarga.
Yuni                      :    Iya pak, sudah sepatutnya kami membantu.
Pak RT                  :    Ya sudah kalau begitu, kalian semua bisa pulang ke rumah masing- masing. Kita biarkan Pak Buyung untuk beristirahat

Saat warga hendak pulang, dukun tiba-tiba saja datang menghampiri

Dukun                   :    Itu bukan Buyung asli, itu setan yang menjelma sebagai Pak Buyung!
Aina                      :    Apa maksud nenek? Kenapa berbicara seperti itu?
Dukun                   :    Dia bukan Buyung, dia bukan buyung (berteriak)
Siti Nurarafah       :    Dia kenapa mak? (berbisik kepada mamaknya)
Sari                        :    Mamak juga tidak tahu
Dukun                   :    Percayalah, itu bukan bukan Buyung!
Pak RT                  :    Bapak-bapak, tolong bawa dukun ini kembali ke rumahnya
Erlan, Ade, dan Zaki : Baik pak, ayo nek, kami antarkan pulang!
Dukun                   :    Dia bukan buyung! Dia bukan buyung! (berteriak)

Tiba-tiba saja badai datang, suara petir menggelegar diringi kilat yang menyambar-nyambar. Seketika dukun jatuh tak sadarkan diri.

Ade                       :    Nek, nek, nek, bangun nek! (menepuk-nepuk pipinya)
Bu RT                   :    Kenapa dia, mas?
Bu Lurah               :    (memeriksa denyut nadinya) Innalillahi….
Erlan                     :    Kenapa, bu?
Bu Lurah               :    Dia sudah meninggal
Warga                   :    Innalillahi

Tiba-tiba lampu padam dan terdengar dentuman keras tak jauh dari rumah Bu Aina.

Pemilik rumah       :    aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa (kemudian senyap)
Mona                     :    Lihat itu, ada rumah yang terbakar (menunjuk ke arah rumah yang terbakar)
Yuni                      :    Rumah siapa ya?
Fitria                     :    Mak, itu kan rumah Ista yang orang kaya itu (menarik baju mamaknya)
Mimi                     :    Astagfirullah…
Pak RT                  :    Ayo kita lihat ke sana! (berlari ke rumah yang terbakar)
Ade                       :    Ini nenek gimana pak?
Bu RT                   :    Bawa dia ke puskesmas, di sana ada mahasiswa kemarin yang menjaga.
Ade                       :    Baik bu!

***
Pak RT                  :    Ayo bapak-bapak padamkan apinya (mengambil ember dan menuju sumur yang ada di rumah warga sekitar)
Zaki                       :    Susah pak dimatikan (menyiram air ke sumber api)
Pak RT                  :    Terus saja siram, pasti padam apinya.
Siti Nurarafah       :    Hujan bu, hujan (menegadahkan kepalanya ke langit)

Hujan pun mengguyur desa itu, api yang berkobar itu pun padam seketika. Para warga segera mengevakuasi orang-orang yang ada di rumah itu.

Mona dan Yuni     :    (memapah ista) di sudah tak bernapas lagi pak.
Mimi                     :    Ya Allah, innalillahi…
Zaki dan Ade        :    (memapah toke) sudah tak nampak lagi pak, bentuk wajahnya. Habis terbakar.
Pak RT                  :    (Memapah Yusna) dia juga sudah tak bernapas lagi.
Bu RT                   :    Innalillahi…. Ya Allah kenapa jadi seperti ini. Ada apa dengan desa ini Ya Allah (menangis histeris)
Sari                        :    Bagimana dengan anggota keluarganya yang satu lagi pak? Setahu saya       ada empat orang yang tinggal di rumah ini
Erlan dan Dedi     :    (memapah Arma) ini pak, bu. Dia juga tak bernyawa lagi.
Bu Lurah               :    Astagfirullah….. innalillahi…. Bapak-bapak dan ibu-ibu tolong bawa mereka semua ke puskesmas.
Warga                   :    Baik bu.
***
Keesokan harinya, warga desa Z sudah ada di taman abadi tempat pemakaman umum. Pagi hari itu, desa Z berkabung atas meninggalnya 5 orang warga sekaligus dalam satu malam. Sungguh kejadian yang tak pernah terbayangkan.

Pak Ustad             :    Mari kita semua menundukkan kepala, berdoa semoga saudara-saudari kita yang meninggal hari ini diampuni dosanya dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah Swt. Al-fatihah….. aamiin ya rabbal                                                                                  alamiin.
Warga                   :    Aamiin.
Pak Ustad             :    Apa yang terjadi pada hari ini semoga dapat diambil hikmahnya oleh kita semua, bahwa hidup ini singkat maka perbanyaklah berbuat amal                              yang sholeh.
Warga                   :    Iya Pak Ustad
Pak RT                  :    Baik, para warga yang ada di sini, kalian semua boleh pulang ke rumah masing-masing

Saat di perjalanan pulang

Sari                        :    Kok bisa ya uda, kejadiannya seperti ini. Apa ini kutukan?
Erlan                     :    Hush…. Indak boleh berbicara seperti itu, diak. Ini sudah takdir dari Allah
Mimi                     :    Memang aneh tapi nyate lah, bang. Adik tengok macam cerita-cerita yang ada tv-tv itu, Azab yang kejam.
Zaki                       :    Amboi dek, jage tu mulut. Tak baik cakap macam tu (memukul pundak istrinya)
Buyung                 :    Saya bersyukur, Gusti Allah masih memberikan saya kesempatan untuk hidup, Alhamdulillah.
Aina                      :    Alhamdulillah, semoga kita semua dilindungi oleh Allah swt. (sambil mendorong kursi roda suaminya)
Siti Nurarafah       :    Kasihan ya nasib Ista, masih muda tapi udah tidak ada.
Fitria                     :    Namanya juga suratan takdir, mau kecil atau besar pasti akan mati juga nantinya.
Lidia                     :    Aku bersyukur, Tuhan masih mengizinkan bapak tetap hidup dan sehat sampai detik ini.
Siti Nurarafah       :    Kita main yuk!
Lidia                     :    Mau main apa?
Siti Nurarafah       :    Main canang saja, bagaimana?
Fitria                     :    Boleh, ayo kita ke lapangan!
Lidia                     :    Ibu dan bapak, kami main dulu ya
Sari                        :    Jangan main jauh-jauh dan jangan pulang kesorean.
Anak-anak            :    Iya (lalu lari menuju lapangan)
Gadis Jelita           :    Mas Ade…. (berteriak dari arah belakang)
Ade                       :    (menoleh ke belakang) eh dik Dena, dari mana?
Gadis Jelita           :    Baru pulang dari kampung sebelah, mas. Mas dari mana?
Ade                       :    Dari melayat, dik. Adik sekarang mau kemana?
Gadis jelita            :    Mau pulang, mas. Mas jadi mau ketemu orang tuaku?
Ade                       :    Oh iya, kalau boleh sekarang, bagaimana menurutmu?
Gadis jelita            :    Ya udah, mas. Ayo ke rumah
Erlan                     :    Siapa itu, De?
Ade                       :    Oh iya, mas. Lupa ngenalinnya. Ini Dena keponakannya Bu Lurah yang      baru datang dari Bandung. Saya sudah kenal lama dengan dia waktu saya sekolah dulu, eh ketemu lagi ternyata di desa ini.
Gadis jelita            :    (menyelami satu per satu) perkenalkan nama saya Dena.
Zaki                       :    Pandainya Ade memilih gadis.
Ade                       :    Ah mas, bisa saja. Ya sudah mas, mbak, saya permisi dulu ya, mau ketemu orang tuanya Dena. Permisi (pergi)
Erlan                     :    Ada yang pergi dan ada yang datang, begitulah kehidupan.
Sari                        :    Semoga semuaya baik-baik saja.
Tidak ada manusia yang tahu akan seperti apa hidup mereka. Mereka hanya perlu berusaha dan berikhitiar kepada Allah swt. Agar segala sesuatunya dilancarkan. Hidup ini singkat, hanya orang-orang yang terus berusaha dan bersyukurlah yang dapat menikmatinya hidup yang singkat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar