Takkan
Nelayan Hilang di Laut
Karya Mega Riyawati
Di sebuah daerah transmigrasi tepatnya di desa Nelayan, tinggallah
sekelompok masyarakat yang berasal dari berbagai daerah. Ada warga yang berasal
dari Padang, Sunda, Jawa, dan masyarakat asli daerah Nelayan yang berpenduduk
asli Melayu. Mereka bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, dan
penampung ikan.
Siang hari itu suara deburan ombak keras menghantam pesisir pantai.
Ombak tersebut menandakan angin laut sedang tak bersahabat, padahal sinar matahari
masih terik membakar kulit. Para nelayan yang tinggal di pesisir pantai enggan
untuk melaut hari itu karena takut ditelan ganasnya ombak siang itu. Satu di
antara nelayan yang tak melaut hari itu adalah keluarga Pak Zaki yang merupakan
warga asli daerah Nelayan.
Mimi : Ai bang, tak pegi melaut
ke? (mengampiri suaminya yang sedang
duduk termenung
di pelantar rumahnya)
Zaki : Hemmm dek, nak nyuruh
abang mati ke? Nak sangat jadi jande? Sini duduk
dekat
abang (menggeser tempat duduknya dan menyilakan
sang istri untuk duduk di sampingnya)
Mimi : Apelah kate abang ni, tak sanggup adek nak
jadi jande (duduk di sampan suaminya
sambil memijit sang suami)
Fitria :
Assalamualaikum…. Mak..ayah Nia lah balek (mengampiri dan menyalami orang tuanya)
Zaki : Walaikumsalam… dari
mane anak ayah ni? Dari tadi pagi lagi kelua baru nak
balek? (menggelengkan kepalanya sambil menepuk pelan pundak si anak)
Fitria : Lah lah yah, tak
payahlah nak bedebat lagi, yang penting Nia lah balek, cacing di perut lah begoyang, mari kita makan (sambil
berlari menuju dapur)
Di rumah yang berbeda, keluarga Pak Erlan yang berasal dari Padang
pun juga tak pergi melaut hari itu. Meskipun demikian, ia tak berdiam diri saja
di rumahnya melainkan ia tengah asyik memperbaiki jaring untuk menangkap ikan.
Sari : Uda, makanlah dulu!
Masakan sudah adik hidangkan (berteriak memanggil suaminya sambil menyiapkan
makan siang untuk keluarganya)
Erlan : Iyo diak, uda lagi memperbaiki jaring yang
rusak sebentar lagi selesai (tetap
melanjutkan memperbaiki jaringnya)
Siti
Nurafah : Ayah jangan lama-lama,
perut Eva dan mamak lah lapar (tiba-tiba muncul
dari balik pintu rumah)
Erlan : Astagfirullah Eva,
takajuik ayah! Iyo iyo, ayolah makan!
Dari kejauhan,
tampak beberapa orang sedang bertandang ke rumah Pak RT.
Ade :
Assalamualaikum....(sambil mengetuk pintu 3x)
Buyung : Mana iki wong ne? ora
muncul-muncul ndas e! (sambil duduk di kursi yang
ada di teras) Buk e.. cahayu.. kene-kene duduk samping bapak!
Lydia : Njih pak njih.. kulo wes
capek nungguin pak rete yang ndak muncul- muncul.
Aina : Sabar toh cahayu,
mungkin pak RTnya lagi turu. Coba toh dek dipanggil lagi pak RTnya
Ade : Baik buk, Asslamualaikum… kumaha iye ntek
ayak urang
Bu
RT : (Muncul dari
belakang ) Ehh ada tamu, udah lame pak? Maaf ye tadi say ke warung sekejap, suami saye tu membute.
(sambil membuka pintu dan menyilakan tamunya utnuk masuk)
Lydia : Buk e, Pak retenya buta ya? Tapi kan mata yang
buta buk e, kok gak denger
dipanggil dari tadi (berbisik dengan ibunya)
Buyung : Hushh, kamu iku ngawur toh ndok (sambil
menepuk pelan pundak anaknya)
Aina : Maksud bu Rt itu, suaminya tidur ndok
Bu RT : Tunggu sebentar, saya bangunkan suami saya
dulu ( masuk ke bilik)
Pak
RT : (salam, duduk, dan
membuka perbincangan) ada keperluan apa ya bapak
datang ke rumah saya? Ada yang bisa
saya bantu?
Ade : Begini pak, kami ini pendatang, semalam sampai di daerah ini,
semalam mau kemari tapi sudah
malam, takut mengganggu.
Pak
RT : Oh pendatang ya,
pantesan wajahnya asing sekali di daerah ini. Bapak- bapak ini membawa surat pindah?
Buyung : Oh bawa pak, kami bawa (
menyerahkan berkas ditangan kepada Pak RT)
Pak
RT : Kalau begitu, sekarang saja kita ke kantor
desa.
Di kantor desa
Nani : Selamat siang pak RT. Ada yang bisa saya bantu?
Pak
RT : Iya, saya nak
melapor warga baru yang datang di desa kita. Bu lurahnya ada? (sambil menyerahkan berkas kepada
staf)
Nani : Ada pak, mari saya antar.
Di ruangan Bu
Lurah.
Nani : Permisi Bu, ada warga
baru yang mau mengurus surat domisili. Silakan masuk
pak, bu (keluar ruangan)
Bu
Lurah : Silakan duduk, bapak, ibu, adik. Boleh
perkenalkan diri dulu pak?
Buyung : Iya bu lurah. Saya Septian,
ini istri dan anak saya (sambil menujuk sebelahnya).
Kami berasal dari Jawa Timur, pindah kemari mau mengadu nasib bu.
Bu Lurah : Oh
begitu, sebelah pak Septian ini siapa ya?
Ade :
Saya Ade, bu, dari Sukabumi. Pindah kemari juga alsannya sama seperti Pak Septian.
Bu Lurah :
Baiklah kalau begitu, surat-surat pindahannya sudah dibawakan?
Aina : Oh
sudah diserahkan ke stafnya tadi bu.
Bu Lurah : Baiklah
nanti akan saya buatkan surat domisili untuk keluarga bapak- bapak. Di sini bapak tinggal di mana?
Buyung : Kami
tinggal di kampung nelayan pak, semalam kami sudah mendapat rumah panggung yang disewakan.
Bu Lurah : Baiklah
kalau begitu, seminggu lagi bapak dan ibu sudah bisa mengambil surat domisili ke kantor ini.
Ade : Baik bu, terima kasih atas
bantuannya. (berdiri sambil menyalami Bu Lurah)
Bu Lurah : Sama-sama
pak, semoga betah tinggal di desa ini.
Lydia : Buk
e ayo pulang, aku sudah capek mau pulang.
Aina : Iya..iya
kita muleh
Keesokan
harinya ombak di laut masih sama seperti semalam, namun beberapa nelayan nekat
melaut untuk mencari ikan karena persediaan uang di rumah sudah mulai menipis.
Zaki : Abang pergi dulu ye
dek, (keluar rumah dan mengambil jaring penangkap
ikan)
Mimi : Ye bang hati-hati kat
laut semoge dapat ikan banyak-banyak (memberikan
bekal untuk suaminya)
Erlan : Bang, mau ke laut ya?
Marilah kita pergi sama-sama (melewati rumah Zaki
sambil membawa jaring)
Zaki : Ayolah…
Sesampainya
di pantai
Toke : Lu semua cari ikan yang
banyak ya, sudah lama kalian tak menyetor ikan sama saya (berteriak kea rah
Zaki dan Erlan). Untuk kamu berdua (Ade dan Buyung) saya sewakan sampan untuk
mencari ikan. Tapi lu semua pahamlah kalau setorannya harus lebih tinggi daripada
yang lain.
Buyung : Berapa ko setorannya?
Toke : Wa kasi murah sajalah…
100 ribu sehari macam mana ?
Ade : Mahal nya toke.. kurang
sikit lah. Cuaca buruk sekarang, susah mau mencari
ikan
Toke : Mana boleh… itu wa dah
kasi murah… biasa wa pasang 120 sehari sama sewa
sampan.
Buyung : Oke
lah toke.. nanti saya bayar
Di
pasar, tempat jual ikan
Dedi : Aduh jeng,, harga ikan
pada naik.. pusing dehhhh… ( sambil menyiang ikan)
Mona : Iya,,, mana bising lagi
toke minta ikan laku terus
Yuni : Ya nggak bisa dong,
memangnya pembeli sini banyak uang semua, kan nggak
bisa di paksa.
Ista :
(tiba- tiba datang) hayoooo…. Ngomongin papa wa ya,,, kasi tau papa
baru
tau rasa..
Dedi : Aduuuh…
nona cantikk,,,, sok tau deh.. kita tuh lagi ngomongin bisnis
Yuni : Tau
tuh
Mona : Sudah
pergi sana, bukannya sekolah malah ke pasar.
Ista :
Whatever( pergi meninggalkan para pedagang)
Pedagangpun
melanjutkan pekerjaannya menjual ikan sambil berteriak-teriak menarik perhatian
pembeli. Berbeda halnya dengan keadaan di pantai menjelang senja pada hari itu.
Setelah nelayan pulang melaut, mereka menaikan sampan ke daratan kemudian
menyetor ikan ke toke.
Yusna : Koko gak ada di rumah. Ikannnya letakkan saja
di keranjang itu.
Arma : (muncul dari belakang) sampan juga tolong
tambatkan di belakang ya.
Para nelayan
pun pulang ke rumah masing- masing. Keesokan harinya para nelayan sudah ada di
tepi pantai. Mereka ingin melaut namun masih ragu karena melihat cuaca yang tak
kunjung reda. Sambil menunggu keadaan membaik mereka terlibat perbincangan
serius.
Ade : Aduhh ternyata susah ya jadi nelayan, tidak di
sukabumi atau di sini sama saja
Buyung : Iya tambah susah kalau ketemu toke pelit
itu.ngomong- ngomong itu
untuk
apa mas? (sambil menunjuk kearah Erlan)
Erlan : Ini namanya jaring atau didaerah saya disebut
maelo pukek. Ini gunanya
untuk menangkap ikan. Kita harus berlayar ke tengah pantai sejauh
lebih
kurang1,5
kilometer
Zaki : Oh…
gitu, kalau daerah melayu sini ada namanya
kelong, yaitu alat penangkap ikan yang terbuat dari buluh atau kawat
yang dipasang di tengah laut
dengan kedalaman 3-4 meter. Bentuknya bersekat-sekat.
Cara mengambil ikannya dengan
mengangkatkan bubunya.
Ade : Kalau
di Sukabumi, para nelayan menggunakan alat rumpon atau pengumpul ikan. Alat ini tidak mengharuskan nelayan mencari-cari
ikan di tengah laut, tetapi tinggal
mendatangi dan ikan sudah berkumpul di alat
pelampung dengan beban coran, menggunakan tambang dihiasi tali rapia dan daun kelapa itu, nelayan tinggal
memancing ikan yang diinginkan.
Zaki : Wah, enak juga kalau begitu. Kita tidak perlu
susah-susah mencari ikan.
Buyung : Alah bapak-bapak, kenapa mesti susah-susah,
kita tinggal gunakan pukat harimau saja, lebih cepat lagi menangkap ikan
Tiba-tiba saja Bu Lurah bersama Pak RT sedang berjalan sambil
memantau para nelayan yang akan pergi melaut.
Bu Lurah : Ehem….ehem….
(berdehem sembari mendaki nelayan-nelayan yang sedang
berbincang
Erlan : Eh ada Bu Lurah
Bu Lurah : Saya
sebagai kepala desa di sini melarang keras kepada para nelayan untuk menggunakan
pukat harimau. Jadi, saya peringatkan kepada bapak-bapak
semua, khususnya kepada Pak Buyung sebagai pendatang baru di sini
untuk tidak menggunakan alat semacam itu. Tolong bantu saja memantau para nelayan ini ya pak, khususnya nelayan yang tinggal di
RT bapak.
Pak RT : Baik bu, saya mohon kerja sama para nelayan di
sini untuk tetap menjaga kelestarian laut
di daerah kita.
Buyung : Maaf bu, maaf sekali lagi. Saya tidak bermaksud
untuk menjadi perusak di laut ini (sedikit
membungkuk minta maaf)
Bu Lurah : Sudah tidak apa-apa, saya hanya mengingatkan
saja.
Bu RT :
Bang.bang, bang oiiiii…. (berteriak memanggil suaminya), ada tamu datang ke
rumah katanya mau ketemu abang.
Pak RT : Iya
dek, tunggu….(berteriak), Bu Lurah saya permisi dulu ya (berlari menghampiri istrinya)
Bu Lurah : Baiklah
bapak-bapak, semoga mendapatkan ikan yang banyak. Saya permisi dulu (berlalu meninggalkan nelayan-nelayan tersebut).
Zaki : Ayo kita bergerak, angin sudah mulai teduh!
Ade : Duluan bang (menghidupkan mesin sampannya)
Erlan : Jangan melaut terlalu ke tengah, angin tak
dapat diprediksi
Buyung : Tenang
bang, saya ada jampi-jampinya (dengan sombongnya kemudian iya berlalu dengan sampannya)
Matahari kian
terik, semua warga menjalankan aktivitasnya masing-masing. Siang itu tampak
toke ikan sedang berjalan kea rah sebuah rumah yang jauh dari keramaian. Toke
itu pergi ke rumah dukun kampung yang terkenal di sana.
Dukun : Ada perlu apa ke sini? (membakar kemenyan dan
menaruhnya di setiap sudut ruangan)
Toke : Nek,
lu tolong wa lah untuk perbaiki cuaca ini. Setiap hari angin ribut terus ma, nelayan tak dapat nyetor banyak ikan
sama wa, wa jadi rugi.
Dukun : Letakkan
saja sesajen di laut dan ini gantung di perahu nelayan (memberikan beberapa gulungan
kain putih yang berisi kemenyan dan daun-daun)
pasti akan dapat banyak ikan.
Toke : Lu yakin nek? Manjur tidak ini
Dukun : Coba sajalah!
Toke : Baik,
ini untuk lu nek (memberikan amplop yang lumayan tebal kemudian pergi)
Di
perkarangan rumah warga
Aina :
(sedang menyapu)
Sari :
Bu, anak saya ada main ke rumah kakak
tidak? (menghampiri Aina)
Aina : Tidak bu, tadi saya lihat mereka sedang
bermain di depan rumah Bu Mimi (sembari
menunjuk ke depan dan melanjutkan kembali menyapu)
Sari :
Baiklah, terima kasih ya (kembali masuk
ke dalam rumah)
Di
rumah Mimi
Mimi :
Nia, berikan ini kepada teman-temanmu
(memberikan nampan air dari dapur)
Fitria : Iya
mak
Fitria :
(datang membawa mainan congklak dan nampan air) tolong ambilkan ini Lidia.
Lidia : Ya
ampun, kenapa bawa dua-duanya begini (mengambil nampan dari tangan fitria)
Siti Nurarafah : Sini
congklaknya biar saya pegang
Fitria : Kita
main congkak ye, tapi hompimpa dulu siape yang main pertame.
Lydia : yang
menang boleh main dulu ya, ayo Hompimpa alaium gambreng. Si Ipah pakai baju rombeng.
Siti Nurarafah : Ye… aku dan Lidia yang menang, ayo Lid mulai.
Ista :
Dasar anak kampung, mainannya gak elit
banget! Zaman sekarang main tu pakai ini (menunjukkan benda elektronik yang
bernama tablet) yah, dimaklumin sih ya,
anak nelayan sih. Jangankan mau beli tablet, sekolah aja gak punya uang untuk bayar. Hahahahahha (puas mengejek lalu
pergi begitu
saja)
Lydia :
Dasar jelangkung! Datang tak dijemput,
pulang tak diantar! Aku pukul juga dia
(berdiri dan ingin mengejar anak orang kaya yang sombong)
Ista : Kalau berani sini dong, hahahaha dasar anak
kampung (menantang)
Fitria :
Sudah-sudah tak usah dilayan, kita
lanjutkan saja mainan ini (menahan
Lidia yang ingin mengejar dan memukul anak
orang kaya)
Ista :
Kalian penakut (pergi tanpa dihiraukan
teman-temannya)
Di tengah-tengah asik bermain, Bu RT datang ke rumah-rumah
warga untuk berkumpul di perkarangan rumahnya.
Bu RT : Assalamualaikum…
Anak-anak : Walaikumsalam….
Bu RT : Ada Bu Miminya, nak?
Fitria :
Ada di dalam bu, saya panggilkan dulu
(masuk ke dalam) Mak…. Mak… ada Bu RT di
luar, katanya mau ketemu mamak. Ayo mak (menarik
tangan mamaknya)
Mimi : Iya nak, sabar janganlah tarik-tarik emak
macam ni (Mengikuti anaknya)
Bu RT : Bu Mimi, tolong segera ke perkarangan rumah
saya. Suami saya ingin menyampaikan
beberapa hal pada warga. Saya harap ibu dan ibu-ibu yang lain segera datang. Ibu bisakan tolong saya untuk
memberitahukan hal
ini kepada ibu-ibu yang lain?
Mimi : Iya, bu, akan saya sampaikan
Bu RT : Baiklah kalau begitu, saya pulang dulu.
Tolong segera ya, bu. Terima kasih (pergi)
Mimi :
Nah, Lidia dan Eva tolong kasih tahu ke
orang tua kalian kalau Pak RT menyuruh
datang ke perkarangan rumahnya karena ada beberapa hal yang akan disampaikan. Bisa tolong ibu kan?
Lidia dan Eva : Baik, bu (berlari ke rumah masing-masing)
Siti Nurarafah : Mak…. Mak…. Disuruh ke rumah Pak RT, katanya
ada perlu (berteriak)
Sari :
Ada perlu apa? (mengelap tangan di baju)
Siti Nurarafah : Nanti mak tahu sendiri lah, ayo pergi (menarik
tangan mamaknya)
Di
rumah Bu Aina
Lidia : Ibu….ibu…. disuruh ke rumah Pak Rete katanya
ada perlu (berteriak kea rah dapur)
Aina :
Opo toh ndok? Kok teriak-teriak begitu?
(sedang menyapu lantai dapur)
Lidia :
Bu RT suruh ngumpul buk e di rumahnya,
ada yang mau disampaikan. Sekarang
katanya (menarik lengan ibunya)
Aina :
Aduh, sabar toh ndok, buk e siapkan dulu
nyapunya (masih menyapu)
Lidia :
Nanti aja buk e, ini penting (menarik
ibunya)
Aina :
Wes…wes… ya sudah ayo kita pergi
(melempar sapunya)
Sesampainya
di rumah Pak RT, ada dua orang gadis yang memakai almamater biru.
Pak RT : Ibu-ibu tujuan saya mengumpulkan kalian di sini
yaitu desa kita akan
dijadikan
tempat penilitian oleh dua orang mahasiswa dari kelautan dan
keguruan.
Mereka aka nada di desan ini sekitar satu bulan.
Nah, adik-adik
silakan perkenalkan diri kalian.
Eva :
Perkenalkan nama saya Eva Sukrisna,
mahasiswa kelautan. Di sini saya
akan
melakukan penelitian mengenai SDA lautan di desa ini.
Rosa :
Perkenalkan nama saya Rosalina Manik
mahasiswa keguruan yang nantinya akan
mengabdi selama sebulan di sini untuk mengajar anak- anak yang tidak bersekolah.
Bu RT : Nah ibu-ibu, mulai besok anak-anaknya dapat
belajar di pondok kecil di
depan
rumah saya setiap pagi dan sore.
Ibu-ibu : Baik bu.
Pak RT : Cukup sekian saja pemberitahuan dari saya,
semoga kedatangan adik- adik di sini dapat
memberikan manfaat kepada warga setempat. Ibu-ibu
sekarang boleh pulang ke rumah.
Malam
harinya, keluarga Pak Zaki, Buyung, Erlan, dan juga Ade menonton di rumah Pak
RT. Mereka menonton TV bersama menyaksikan pengumuman yang akan disampaikan
oleh Presiden Republik Indonesia mengenai kenaikan harga BBM.
TV :
Dari
waktu ke waktu, kita sebagai sebuah bangsa kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Meski demikian,
kita harus memilih dan mengambil keputusan.
Harga premium ditetapkan dari Rp 6.500 menjadi
Rp 8.500. Harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500. Untuk rakyat kurang mampu
disiapkan perhitungan sosial berupa paket
kartu keluarga sehat [KKS], kartu indonesia pintar [KIS] yang segera dapat digunakan untuk menjaga daya beli
rakyat dan memulai usaha usaha di sektor
ekonomi produktif, pasti akan bermunculan pendapat
setuju dan tidak setuju, pemerintah sangat menghargai setiap masukan masukan, semoga keputusan pengalihan
subsidi ke arah sektor produktif ini
merupakan jalan pembuka untuk menghadirkan anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat indonesia secara keseluruhan. Demikian yang bisa saya
sampaikan wassalamu 'alaikum warohmatullahi
wabarokatuh, setelah ini menteri terkait akan memberikan
keterangan secara rinci. Terimakasih.
Buyung : yang miskin jadi tambah miskin ini ceritanya.
Zaki : Aduh, cuaca buruk, ditambah BBM naik pula. Habislah sudah
Sari : Naik sudahlah harga barang pokok, makan nasi
pakai garam saja kita.
Mimi : Ah ibu bisa saja, takkanlah sampai makan nasi dengan garam aje.
Aina : Iya ni bu Sari, ada-ada saja.
Erlan : Ayo kita pulang, sudah malam
Tiba-tiba Dedi,
Mona, dan Yuni datang
Dedi : Bapak-bapak dan ibu-ibu, bagaimana kalau besok kita demo saja? (dengan semangat yang berapi-api)
Ade : Demo untuk apa?
Yuni : Lah, bapak gak lihat ya, berita di TV tentang kenaikan BBM?
Ade : Lihat, terus? (bertanya bingung)
Dedi : Aduh bapak, masa tidak mengerti? Ya, kita demo ke kantor Lurah supaya BBM tidak dinaikkan (menepuk pundak Ade)
Zaki : Memangnya ada pengaruh kalau kita demo? Ini kan sudah menjadi keputusan Presiden.
Erlan : Iya, kita demo pun ke kantor lurah tidak akan ditanggapi
Mona : Kita coba aja dulu bapak-bapak, mana tahu berhasil. Apa
bapak-bapak dan ibu-ibu di sini tidak
merasa keberatan jika semua harga barang naik? Bagimana
juga nasib kami sebagai pedagang ini?
Buyung : Kita coba saja besok menanyakan kejelasan berita ini, kalau tidak berhasil, ya apa boleh buat. Sekarang sudah
malam, anak-anak sudah mengantuk,
ayo kita pulang!
Keesokan
harinya, warga sudah berkumpul di kantor Lurah dengan membawa spanduk
bertuliskan “Turunkan harga BBM”
Warga : Turunkan harga barang, turunkan harga barang! (berteriak)
Nani : (keluar dari dalam kantor dan panik) ada apa bapak-bapak dan
ibu-ibu? Kenapa bawa spanduk-spanduk
segala?
Ade : Kami mau Bu Lurah dan seluruh jajarannya serta Pak RT untuk tidak menaikan BBM di desa ini (berteriak lantang)
Dedi : Benar, kami sudah melarat ditambah lagi dengan
kenaikan BBM, tambah melaratlah kami
(berteriak)
Nani : Tenag-tenang, pak. Ini semuakan bisa
diselesaikan secara baik-baik dan damai,
tak perlulah berdemo seperti ini.
Erlan : Panggilkan saja Bu Lurah, biar semua jelas
Bu Lurah pun
keluar dari dalam kantor untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar
Bu Lurah : Ada apa, nani?
Nani : Ini, bu, warga berdemo karena kenaikan BBM
Bu Lurah : Ehem….ehem, para warga yang saya hormati,
tidak perlulah berdemo seperti ini, tidak
baik.
Zaki : Jadi kami harus bagaimana, bu? Membiarkan saja
BBM naik dan membuat hidup kami tambah
menderita?
Yuni : Banar, bu. Bagaimana nasib para pedagang
nantinya jika tidak ada lagi warga yang
membeli barang dagangan kami karena harganya mahal?
Mona : Kami mohon kebijakan dari ibu untuk
menghentikan ini semua!
Sari : Kasihanilah kami, bu. Kami sedang menabung
untuk menyekolahkan anak-anak, bagaimana
bisa kami melakukan itu kalau BBM naik?
Anak-anak : Kami mau sekolah…. Kami mau sekolah….
Bu Lurah : (Berdehem dan berbicara dengan sangat tenang)
Bapak-bapak dan ibu- ibu, keputusan ini
bukanlah keputusan yang dikehendaki kita. Namun, pada kenyataannya bahwa keputusan inilah yang diambil Presiden kita sebagai jalan yang terbaik untuk membantu
memajukan Negara kita. Keputusan ini
sudah resmi dan saya tidak dapat mengubah kebijakan ini. Saya harap bapak dan ibu mengerti.
Buyung : Bu, apakah ibu tidak kasihan dengan warga desa
ibu yang serba kekurangan ini? Bagaimana
nasib ke depannya nanti?
Mimi : Tolonglah kami, bu
Bu Lurah : Maaf bapak-bapak dan ibu-ibu, bukannya saya
tidak kasihan tapi mau bagaimana lagi,
ini sudah menjadi keputusan pemerintah dan berlaku untuk semua daerah di Indonesia. Tapi, kalian semua tidak perlu
cemas dan takut, saya dengar nanti akan
ada bantuan dari pemerintah untuk seluruh
warga. Tapi kalian harus sabar menunggu, soalnya belum ada kabar lebih lanjut mengenai hal ini. Kalian tak
perlu risau, jika ada berita mengenai
bantuan ini akan saya beritahukan kepada RT setempat agar menyampaikan hal ini kepada kalian.
Nani : Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu sudah dengarkan
penjelasan Bu Lurah. Saya harap kaian
sabar menunggu dan tak perlulah melakukan aksi demo seperti ini lagi.
Warga : Kami tunggu, bu, berita dari ibu ( balik arah
dan pulang ke rumah masing-masing)
Nani : Ada-ada saja kelakukan para warga ini ya, bu
(sedikit ketus)
Bu Lurah : Biarkan saja, ayo kamu kembali bekerja (masuk
ke dalam)
Nani : Baik, bu.
Hari itu tak
seorang nelayan pun yang pergi melaut karenba masih kecewa dengan berita
tentang kenaikan BBM. Toke menjadi risau karena tak ada pemasukan hari ini.
Yusna : Kenapa bang, melamun saja dari tadi? (memijit
bahu toke)
Arma : Iya bang, apa sedang memikirkan
nelayan-nnelayan itu? (memijit kaki toke)
Toke : Lu-lu pada tahulah kondisi sekarang seperti
apa, barusan wa dengar kalau warga sedang
berdemo di kantor Lurah. Mereka marah karena BBM
naik dan tak mau melaut. Bagaimana wa tak pusing, uang masuk pun tak ada, haiyaaa! (menepuk
jidatnya)
Yusna : Lu harus tegaslah bang, masa iya mau
diinjak-injak sama para nelayan itu?
Arma : Kalau lu tak ada pemasukan, bagaimana wa dan
dia mau belanja ma? (menunjuk ke Yusna)
Toke : (berdiri dan marah) Sana! Lu berdua belanja
saja pikirannya, istri-istri tak becus
(lalu pergi)
Arma : Si Apek, tak bisa dinasihati! Ayo kita jalan-jalan saja (pergi
keluar)
***
(Di rumah Erlan)
Zaki : (datang menghampiri) lagi buat apa pak?
Erlan : (menarik tali-tali dari jaring yang sedang dipegangnya) ini saya
lagi menyiapkan tali jaring untuk
menangkap ikan.
Zaki : Bapak melaut hari ini?
Erlan : Tidak, saya hanya akan menebar jala ini saja berlayar ke tengah pantai sejauh lebih kurang 1,5 kilometer
Zaki : Oh, Meulo pukek ya pak?
Erlan : Iya, cuaca seperti ini ditambah lagi BBM yang baru naik, buat saya malas mau pergi melaut. Untuk cari pemasukan,
yah saya melakukan cara ini saja
untuk tetap mendapatkan ikan meskipun tidak banyak tanpa harus pergi melaut.
Zaki : Wah mantap itu pak, bisakah saya ikut membantu? Saya penasaran
cara orang Padang menangkap ikan
dengan meulo pukek ini.
Erlan : Tentu pak, menangkap ikan dengan cara ini memang membutuhkan beberapa orang untuk melemparkan jala ini di
laut.
Ade datang dari arah rumahnya, kemudian ikut berbincang bersama dua
orang nelayan itu.
Zaki : Mas Ade mau ikut melempar jala ke tengah pantai?
Ade : Ini cara menangkap ikan dengan meu….meu…. meu apa ya? (mengingat-ingat sambil menggarukkan kepalanya
yang tidak gatal)
Erlan : Meulo pukek, mas
Ade : Nah, itu dia yang saya maksud. Wah, saya mau dong ikutan, sekalian belajar bagaimana budaya nelayan
Padang mencari ikan dengan cara ini.
Zaki : Iya, dari pada kita tidak melakukan apa-apa. Besok-besok kalau kita mencari ikan ke tengah laut, kita bisa belajar
lagi cara menangkap ikan menggunakan alat
rumpon seperti yang pernah disampaikan Pak Ade.
Ade :
Hahaha, masih ingat aja, mas (menepuk
pundak Zaki) Oh iya, kok saya tidak
melihat Pak Buyung, ya (menoleh ke kiri dan ke kanan)
Erlan : Saya
juga tidak melihatnya beberapa hari ini. Ya sudah, ayo kita pergi ke tepi pantai.
***
Ade :
Caranya bagaimana pak?
Erlan : Kita harus berlayar
ke tengah pantai sejauh 1,5 kilometer
terlebih dahulu, untuk menebar jaring. Setelah
jaring disebar, kita harus kembali ke tepi pantai, untuk
menarik jala tersebut. Kemudian, kita berjalan mundur secara teratur. Pak Ade
yang paling belakang akan maju ke
depan untuk mengisi kekosongan secara bergantian. Ayo!
Mereka pun melakukan kegiatan maelo pukek ini dengan semangat, setelah berpenat-penat ria menarik jala,
para nelayan berbaring di pesisir pantai sambil mengumpulkan ikan yang telah
didapat.
Erlan : Terima kasih bapak-bapak yang sudah membantu,
ini ikan
yang di dapat kita di
bagi rata (memberikan ikan)
Zaki : Terima kasih, pak.
Lumayan untuk lauk makan hari ini (mengambil ikan
dengan senang)
Ade : Iya, pak. Terima kasih sudah mau berbagi
dengan kami.
Erlan : Sudah seharusnya kita
saling berbagi. Ayo kita pulang, istri-istri pasti sudah menunggu di rumah (membawa jala)
***
Sari :
Kama’ uda ni? Alun pulang lai (cemas)
Aina : Mungkin mereka masih di pantai, bu (menenangkan)
Mimi :
iye, bu. Saye rase sebentar lagi mereka juge balik ke rumah.
Pak Buyung ikut juga, ya?
Aina : Eee….eeee… Mas Buyung ada di rumah, bu. Dia
sedang tidak enak badan. Nah
itu suami-suami ibu sudah pulang (mengalihkan pembicaraan)
Sari :
Manga’ baru pulang uda? Sudah jam barapo
ni?
Erlan : Uda baru siap menariak jala nyo diak. Ini ikan
buat makan malam (memberikan ikan
kepada istrinya) oh iya, suami Bu Mimi langsung pulang tadi.
Mimi : Kalau begitu, saye nak pulang dulu. Permisi
(pulang ke rumahnya)
Aina : Saya juga pulang dula ya, bu, pak (melangkah
pulang menuju rumahnya)
Erlan : Bu, Aina. Ini ikan untuk ibu, mohon diterima
(memberikan ikan)
Aina : Aduh, pak, tidak usah repot-repot. Saya jadi
tidak enak.
Sari :
Sudah, bu, ambil saja
Aina : Kalau begitu saya ambil, terima kasih ya. Saya
pamit pulang dulu, permisi
(melanjutkan langkahnya menuju rumah)
Erlan : Kama’ Nia diak? (mencari-cari anaknya)
Sari :
Masih belajar basamo kawan-kawanyo di
pondok Pak RT. Ayo masuk uda.
***
Beberapa hari kemudian pasca aksi demo para warga dan cuaca sudah
sedikit membaik, beberapa nelayan sudah ada yang pergi melaut. Namun, tidak
seperti yang dilakukan oleh Pak Buyung.
Lidya : Pak, bapak, pak (membangunkan bapaknya yang sedang tertidur pulas) sudah pagi pak, pak, pak
Buyung : Ah kamu ini, ganggu bapak saja. Sana-sana pergi
Aina : Pak e tidak pergi melaut pak, udah siang ini.
Buyung : Malas, sudah sana pergi jangan ganggu (melanjutkan tidurnya kembali)
Lidya : Bapak pemalas! (berlalu meninggalkan orang tuanya)
Aina : Kalau bapak tidak melaut, mau makan apa kita pak, beras sudah habis (duduk di samping suaminya dan
membangunkannya dengan suara halus)
Buyung : Kamu itu kenapa bising sekali, angin kencang, harga BBM naik, malas sekali aku mau pergi melaut. Sudahlah
mengutang saja di pasar sana, katakan
pada mereka nanti saya bayar uangnya (melanjutkan tidur kembali)
Aina : Tapi, pak…..
Buyung : (Menolaknya dari atas kasur) tapi apalagi? Sudah pergi sana!
Jangan ganggu lagi!
Di pesisir
pantai tampak toke dan dukun kampung sedang memberikan sesuatu kepada para
nelayan yang bekerja padanya.
Toke : Nek, ini bagaimana cara meletakkannya?
Dukun : Panggil para nelayan itu!
Toke : Eh lu nelayan-nelayan, cepat kemari!
Zaki : Ada apa ko?
Dukun : Letakkan sesajen ini di tengah laut, lalu gantung benda ini
diujung sampan! (memberikan gulungan
kain)
Erlan : Untuk apa?
Dukun : Jangan banyak tanya! (kemudian pergi)
Toke : Sudah-sudah lu lu pada ke laut sana!
Ade : Ini namanya sesajen, supaya dapat banyak ikan, sedangkan kain ini penangkal kemalangan di laut, itu yang pernah
saya dengar, soalnya di kampung saya
pake kayak gitu juga (menarik sampannya sampai di bibir pantai)
Erlan : Takabur itu, ada-ada saja itu toke.
Zaki : Sudahlah pakai saja, dari pada toke itu bising nantinya. Ayo kita
pergi!
***
Eva : Mbak, nelayan di sini melaut terus ya?
Nani : Yah, tergantung cuaca mbak, kalau cuacanya
baik tentunya para nelayan itu tetap
melaut tetapi kalau cuacanya ektrim seperti ini, yah ada juga beberapa nelayan yang tidak pergi melaut.
Eva : Lalu, ikan-ikan apa saja yang menjadi
tangkapan utama di desa ini?
Nani : Banyak mbak, ada ikan tenggiri, ikan tuna,
dan beberapa jenis ikan lainnya. Wah
kalau mbak mau lebih banyak tahu tentang itu, datang saja nanti ke rumah para nelayan.
Eva : Iya mbak, nanti saya ke sana. Terima kasih,
ya.
Nani : Sama-sama.
***
Rosa : Adik-adik, cita-citanya mau jadi apa?
Lidya, Siti, dan Fitria :
Jadi guru, jadi dokter, jadi polisi (suara riuhpun datang dari anak-anak yang
ikut belajar)
Rosa : Satu-satu dong, ayo di mulai dari Nia, Siti,
dan Lidya, ayo!
Fitria : Saya mau jadi guru kak, biar bisa
mencerdaskan anak bangsa (seru dengan
semangat)
Siti Nurarafah : Kalau saya mau jadi dokter kak, biar bisa
ngobatin warga di desa ini
Lidya : Kalau saya jadi polisi kak, biar bisa nangkap
para korupsi
Pecahlah suara tawa anak-anak itu.
Rosa : Cita-cita adik-adik semua bagus dan mulia
sekali. Tapi, untuk mencapai cita-cita
itu kalian semua harus rajin belajar dan terus berusaha serta terus berdoa pada Tuhan.
Lidya : Macam mana kami mau belajar kak, duit saja
tidak ada untuk sekolah (sambil menggambar-gambar
di bukunya)
Siti Nurarafah : Iya kak, makan saja susah, apalagi mau
sekolah. Mana mungkin cita- cita kami bisa
tercapai.
Fitria : Tapi kan meskipun kita tidak sekolah, kita
masih bisa belajar.
Lidya : Belajar pakai apa? Berguru pada ikan?
Siti Nurarafah : Minta ajarkan orang tuamulah
Lidya : yang ada aku kena semprot bapake dan disuruh
belajar dagang aja sama ibu.
Rosa : Adik-adik, tidak ada yang tidak mungkin di
dunia ini. Selagi kita mau terus
berusaha, Tuhan pasti akan menunjukkan jalan pada umat-Nya. Kalian harus bisa menjadi anak yang
membanggakan, yang dapat mengangkat
derajat orang tua kalian. Apa kalian mau hidup seperti ini terus?
Anak-anak : Tiiiiddaaaakkk kak!
Rosa : Nah, untuk itu mulai sekarang kalian harus
terus belajar. Ini kakak bawakan
buku-buku bacaan untuk kalian, semoga bermanfaat. Kakak juga berharap desa ini akan mendapatkan bantuan biaya sekolah untuk adik-adik.
Fitria : Semoga kak.
Rosa : Ayoo lanjutkan membacanya.
***
Dedi : Mona, pinjam parang sebentar ya, parangku
sedang diasah di belakang (mengambil
parang disebelah)
Mona : Ambil saja, aku juga sedang tidak
memakainya.
Bu RT : Mbak, beli ikannya sekilo (memilah-milah ikan
yang akan dibelinya)
Yuni : Ikan yang ini bu?
Bu RT : Iya mbak, berapa?
Yuni : RP35.000,00 bu (sambil mengantongi ikan)
Bu RT : Ini uangnya. Terima kasih ya. (pergi berlalu)
Mona : Wah mbak Yuni, udah pecah telor aja
pagi-pagi.
Yuni : Mbak Mona bisa aja.
Mona : Ikaaann….ikaaan….ikaaan…. beli ikannya bu
(berteriak menawarkan ikannya)
Dedi : Ini parangnya, Mon. Terima kasih, ya.
***
Senja telah tiba, para nelayan kembali
ke peraduannya setelah mengantarkan ikan ke rumah toke.
Ade : Nasib-nasib, sudah bujang, cari ikan susah,
ditambah BBM naik (sambil menyeruput
kopi)
Ista : (datang dari arah belakang) cie… bang Ade
lagi melamun. Cieee
Ade : Hush…. Sok tahu kamu. Sana pergi!
Ista : BBM naik, cinta tak ada, hidup melajang
sendiri, oh sedihnya nasibku ini
(bernyanyi dengan nada sumbang untuk mengejek Ade)
Ade : Anak sama bapak sama saja, suka buat onar.
Ista : Jangan marah-marah bang, nanti nasibnya
tambah melarat (tertawa terbahak-bahak)
Ade : (mengambil sandal) dasar cabe rawit, kamu mau
pergi atau saya lempari pakai sandal
ini? Pergi sana!
Ista : Hahahaha….. Bang Ade ngamuk, kabuuurrr…..
(berlari sambil tertawa)
Ade : Dasar bocah nakal! Haduuuhhh Gusti….
Bagaimana nasibku ini? (berbaring sambil
mengkhayal)
(Tarian)
Malam
menjelang, Bu Mimi yang akan segera tidur terlebih dahulu memeriksa dan
memastikan pintu dan jendela sudah terkunci. Namun, ketika ia ingin menutup
gorden jendela, ia melihat Ade sedang tertidur di kursi luar rumahnya. Bu Mimi
pun membuka pintu dan menghampirinya.
Mimi : Dik…. Oi dik…. (mengguncang tubuh Ade)
Ade : (ketiduran kemudian terkejut mendengar ada orang yang memanggilnya) Astagfirullah…. Bu Mimi
mengagetkan saja (duduk sambil
mengucek-ngucek matanya)
Mimi : Maaf dik, jika saya menganggu, tapi alangkah lebih baik tidur di
dalam saja, banyak nyamuk di sini.
Ade : Eh, iya bu. Saya ketiduran. Terima kasih telah dibangunkan.
Mimi : Sama-sama, dik (lalu pergi kembali masuk ke rumahnya)
Keesokan harinya
Aina : Selamat pagi, bu.
Bu
Lurah : Iya selamat pagi juga. Mau ke pasar?
Aina : Iya, lagi tunggu Bu Mimi dan Bu Sari
Bu
Lurah : Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu ya
mau ke kantor (pergi)
Mimi
dan Sari : Ayo bu Aina, kita ke pasar.
Aina : (tiba-tiba berhenti)
Mimi : Ada apa, bu? Ada yang ketinggalan?
Aina : Ti…ti…dak (menjawab ragu dan mengelus-elus dadanya)
Sari : Lalu, kenapa ibu berhenti?
Aina : Tiba-tiba saja perasaan saja menjadi tidak enak, tidak tahu
kenapa?
Mimi : Perasaan ibu saja, ayo bu kita ke pasar, nanti kesiangan
Aina : Ayo
***
Toke : Haiya lu, sudah berapa lama tak melaut? Sudah banyak uang? (menunjuk-nunjuk ke arah Septian)
Buyung : Maaflah ko, kemarin saya sakit, baru busa melaut sekarang (menarik
sampan)
Toke : Banyak alasan punya ma, lu hari ini haru setor ikan banyak-banyak,
kalau tidak wa tarik sampan yang lu pakai
Buyung : Cekik mati aku aja ko, BBM naik, ikan susah dicari,ditambah
setoran ke koko lagi. Kasihlah
kami kelonggaran
Zaki : Kami sudah bicarakan itu kemarin mas, tapi seperti biasa, tu toke
tak mau toleransi (Sambil
berbisik)
Ade : Sudah-sudah, mari kita cari ikan. Hari sudah semakin terik.
Buyung : Dasar apek pelit, mati tak cium surge tu orang (menghidupkam mesin
sampan sambil marah)
Zaki : Hush pak, tidak boleh berbicara seperti itu. Ayo kita pergi
***
Para nelayan sudah berpencar ketika sampai di tengah laut, angin
bertiup kencang dan ombak kuatpun menggoyangkan sampan-sampan nelayan.
Buyung : Ya Gusti, tolong redakan ombak dan anginnya (berdoa ketakutan)
Tiba-tiba saja
gelombang besar datang diikuti suara angin yang menakutkan dan menghentam badan
sampan milik Pak Buyung. Pak Buyung panik melihat sampannya oleng dan kemudian
terbalik tersapu ombak.
Buyung : Tolong…..tolong…..tolong saya…. (berteriak sambil berenang
menuju sampannya)
Tidak
ada seorang pun yang mendengar teriakan Buyung.
Buyung : Tolong….tolong….tolong saya (berenang menyelamatkan diri)
Beberapa saat
kemudian, tak terdengar lagi suara minta tolong. Pemiliki sampan dan sampannya
hilang seketika.
***
Aina : Mbak, sayur ini sekilonya berapa?
Mona : Rp6000-,
Sari : Mbak, tolong bungkuskan cabe dan bawang
setengah kilo ya (mengambil
dompet di keranjang belanjaan)
Lidya : Ibuuuuuuuuu….ibuuuuuuuuu….ibuuuuuuuu (teriak sambil menangis)
Aina : Ada apa nak? Kenapa menangis? (menghampiri anaknya)
Lidya : Bapak bu, bapak (meraung-raung)
Mimi : Kenapa bapaknya nak? (mendekat lalu mengusap-usap kepala si anak)
Lidya : Bapak buuuuuu
Aina : Ayo cepat ceritakan kepada ibu, kenapa bapak? Jangan buat ibu penasaran begini.
Lidya : Bapak hanyut bu, bapak hanyut! Ayo kita ke pantai! Sudah ramai orang-orang di sana
Aina : Apa? (semua barang yang ada di tangan jatuh dan kemudian pingsan)
Mimi : Tolong-tolong.... (berteriak sambil menopang Bu Aina)
Yuni : Kenapa bu, ada apa? (membantu menopang)
Sari : Ada yang punya minyak angin tidak?
Mona : Ini pakai punya saya saja (menyerahkan minyak angin)
Dedi : Ada apa ini bu? (mengipas-ngipas)
Mimi : Suaminya hanyut, tadi anaknya datang. Ayo bawa ke pantai!
Yuni : Tapi ini lagi pingsan bu
Mimi : Bawa saja dulu, nanti kita baringkan di pondok
Mereka pun
memapah Bu Aina menuju pantai
***
Pak
RT : Bagaimana sudah ketemu?
Zaki : Belum pak, sampannya juga tidak nampak
Bu
Lurah : Nani, segera hubungi bantuan Tim SAR. Suruh
mereka cepat ke sini!
Nani : Baik, bu (berlari menuju kantor)
Bu
Lurah : Bagaimana bisa begini pak?
Ade : Saya tidak tahu bu, setelah sampai di tengah laut kami kemudian berpencar. Angin dan ombak pada saat itu
memang sangat kuat dan kencang.
Sehingga kami tak mendengar apapun.
Pak
RT : Bapak-bapak tolong cari di sekitaran pantai
dan pohon-pohon bakau itu!
Aina : Mana suami saya….mana suami saya (berlari menuju pantai)
Bu
Lurah : Tenang bu, warga di sini sedang berusaha
untuk mencari suami ibu.
Lidya : Bapak….bapak….(Menangis)
Fitria : Lidia tenang dong, jangan nangis lagi ya (mendekati dan
menenangkan)
Siti
Nurarafah : Iya, nanti pasti ketemu kok.
Ista : Mana mungkin ketemu, pasti sudah dimakan ikan
paus (mendekat dan menakuti Lidia)
Fitria : Ngomong apa sih kamu?, tidak baik tahu berbicara seperti itu.
Ista : Mana ada orang yang bisa selamat kalau sudah
tenggelam di tengah laut
Lidia : Diam kamu! Diaaammm! Bapak……..bapak…… (menangis histeris)
Aina : Cari suami saya pak, temukan dia, cari pak, cari (menarik lengan
Pak RT)
Bu
RT : Sabar bu, sabar, kita sedang berusaha sekeras
mungkin untuk menemukan suami
ibu.
Toke : Lu jangan nangis la, bagaimana bisa orang-orang pada tenang kalau
lu nangis (berdiri di samping Pak
RT sambil mengipas-ngipas)
Yusna : Pak, pak (memanggil Dedi) tolong panggilkan dukun kampung segera!
Dedi : Sekarang, bu? (bertanya polos)
Arma : Besok! Ya sekaranglah! Sana pergi!
Aina : Mas….dimana kamu mas… dimana? (menangis tersedu-sedu)
Mona : Sabar bu, sabar. Kita berdoa semoga Pak buyung bisa selamat.
Yuni : Iya, bu tenang. Semua sedang berusaha untuk mencari pak buyung.
Yusna : Kalau nangis terus, emangnya suami situ bakal pulang (berbicara dengan nada ketus)
Mona : Tidak baik ibu berbicara seperti itu
Arma : Lebih baik Bu Aina pulang saja, kalau di sini malah bikin pusing
warga yang nyari suaminya
Yuni : Sebaiknya ibu saja yang pulang, dari pada buat keributan di sini
Saat semua warga sedang panik, tim SAR datang untuk mencari Pak
Buyung.
Petugas
SAR 1 : Dimana terakhir kalian bertemu?
Zaki : Terakhir di tengah laut pak
Petugas
SAR 2 : Bisakah bapak gambarkan bagimana ciri-ciri korban?
Ade : Dia memakai pakaian warna putih dan topi serta menggunakan celana pendek.
Petugas
SAR 3 : Baiklah, kami akan mencari Pak Buyung. Saya harap beberapa warga dapat membantu kami mencari Pak
Buyung.
Aina : Saya ikut pak, saya ikut (berlari kea rah Tim SAR)
Petugas
SAR 1 : Maaf ibu tidak bisa, ini berbahaya.
Aina : Tapi saya istrinya pak
Petugas
SAR 2 : Kami tahu bu, maka dari itu kami tidak mengizinkannya. Mohon ibu
mengerti.
Petugas
SAR 3 : Ayo kita cari!
Bu
RT : Bu Aina dan Lidia, lebih baik pulang saja
dahulu, jika sudah ada kabar akan
kami beritahu ibu.
Aina : Tidak bu, saya masih mau di sini, saya mau mencari suami saya
Bu
Lurah : Benar apa yang dikatakan Bu RT, lebih baik
ibu beserta anak pulang saja
dahulu. Sementara itu biarkan warga mencari suami ibu.
Sari : Ayo bu, kita pulang (memapah Bu Aina)
Mimi : Lidia, ayo kita pulang, nak. Kita tunggu di rumah saja (mengelus
kepala Lidia)
Lidia : Tapi bapak….. (mengusap air matanya)
Siti
Nurarafah : Kamu tenang, bapakmu akan ditemukan, kita berdoa saja.
Fitria : Iya, ayo kita pulang, Lid. Kita tunggu di rumah saja.
Aina : Tolong beritahu saya segera ya bu, kalau ada kabar tentang suami
saya.
Bu
Lurah : Pasti, pasti akan kami kabarkan kepada ibu.
Aina dan
anaknya pulang ke rumah dengan diantar oleh bebepa warga. Tak berapa lama
kemudian, dukun pun datang.
Dukun : Kenapa panggil saya?
Yusna : Ini nek, ada warga yang tenggelam, tolong cari tahu di mana keberadaannya.
Dukun : Kenapa bisa tenggelam?
Ista : Diterjang ombak dia, nek.
Dukun : (membaca jampi-jampi sambil memejamkan mata) aduh, dia sudah tidak ada.
Toke : Maksud lu apa nek?
Dukun : Sudah tak dapat diselamatkan lagi
Pak
RT : Jangan berbicara sembarangan, nek. Tim SAR
sedang mencari, saya yakin Pak Buyung
masih hidup.
Dukun : Kamu tahu apa? Saya lebih tahu lagi, sudahlah percuma mencari
dia, dia tidak akan ditemukan.
Namun, jika kalian bersikeras untuk mencarinya
lebih baik kalian hanyutkan sesajen ini ke laut, semoga mayatnya dapat langsung ditemukan.
Bu
Lurah : Kalau kami melakukan itu, berarti kami
musyrik. Kami serahkan semua hasilnya
kepada Tuhan dan tetap berusaha untuk mencari Pak Buyung.
Yusna : Apa yang dikatakan dukun ini benar, bu. Laut itu dalam, apalagi
cuaca seperti ini, mana mungkin
ditemukan.
Bu
RT : Tidak ada yang tidak mungkin, bu.
Toke : Sudahlah, percuma lu-lu orang cari. Percaya saja pada dukun ini.
Dia orang pintar.
Pak
RT : Kami akan terus berusaha dan berdoa.
Dukun : Terserah kalian, yang penting saya sudah mengingatkan (pergi)
Arma : Ayo, kita pulang juga (mengajak Yusna, Toke, dan Ista pulang)
Ista : Papa, kenapa mereka tidak mau percaya sama
dukun? Dukun itukan sakti dan
pintar
Toke : Mereka semoa orang bodoh
Yusna : Makanya kamu jangan main sama anak-anak desa sini, nanti kamu jadi
bodoh.
Ista : Iuh, mana mau aku main sama orang seperti
itu, menjijikan.
Arma : Bagus
***
Petang
menjelang, beberapa warga masih berada di laut bersama Tim SAR untuk mencari
keberadaan Pak Buyung. Namun, sudah 6 jam mencari pada hari itu tetap tak juga
ditemukannya Pak Buyung. Akhirnya, Tim SAR dan warga kembali ke panati untuk
menghentikan pencarian pada hari itu.
Petugas SAR 1 : Maaf bu, kami sudah mencari ke tengah laut
dan pesisir pantai, namun Pak Buyung
belum juga ditemukan.
Pak RT : Jadi bagaimana?
Petugas SAR 2 : Terpaksa kami sudahi dulu pencarian Pak
Buyung hari ini. Besok kami akan berusaha
untuk mencari lagi.
Bu Lurah : Saya mohon kepada bapak-bapak untuk tetap
mencari Pak Buyung.
Petugas SAR 3 : Pasti bu, ini sudah menjadi tanggung jawab
kami. Semoga besok cuaca tidak seburuk
hari ini, sehingga akan lebih memudahkan kami untuk mencari Pak Buyung.
Petugas SAR 1 : Kalau begitu, kami pamit dulu bu. Besok kami
akan datang lagi.
Bu RT : Terima kasih, pak.
Zaki : Kalau begitu, saya dan nelayan yang lain
pulang dulu, pak,bu, permisi (pergi)
***
Berhari-hari
pencarian Pak Buyung dilakukan, namun belum ada tanda-tanda keberadaannya. Tim
SAR terus berusaha mencari, tapi pada akhirnya mereka menghentikan pencarian
karena memang sudah tak dapat lagi menemukan Pak Buyung.
Petugas SAR 1 : Maaf bu, kami sudah tidak bisa lagi mencari
keberadaan suami ibu. Sudah 7 hari tetap
tidak menemukan hasilnya.
Petugas SAR 2 : Kami sudah berusaha semampu kami untuk
mencari Pak Buyung, tapi hasilnya nihil.
Kami mohon maaf karena sudah tidak bisa lagi melanjutkan
pencarian ini.
Petugas SAR 3 : Kepada Bu Lurah, Pak RT, Bu RT, terutama Bu
Aina beserta anak, kami mohon maaf. Hanya
keajaiban Tuhan lah yang dapat menemukan Pak
Buyung. Semoga keluarga ibu tabah dan
selalu berdoa untuk segala
kemungkinan yang terjadi.
Aina : Terima kasih bapak-bapak dan ibu-ibu yang
sudah berusaha mencari suami saya. Saya
mohon maaf jika selama ini saya menyusahkan kalian semua, mungkin Tuhan sudah menakdirkan suami saya seperti ini.
Petugas SAR 1 : Berdoa saja, bu. Semoga ada keajaiban Tuhan
datang kepada ibu.
Aina : Terima kasih pak, terima kasih (menyalami
petugas SAR sambil menahan tangisan)
Pak RT : Terima kasih, pak, sudah membantu kami
untuk mencari Pak Buyung (menyalami Tim
SAR)
Petugas SAR 1,2, dan 3 : sama-sama pak, kami pamit. Assalamualaikum
Warga : Walaikumsalam
Lidia : Buk e, jadi kita bisa ketemu bapak lagi?
(menangis)
Aina : Buk e ndak tahu, kita berdoa saja pada Gusti
Allah supaya bisa menemukan bapakmu
(menenangkan anaknya)
Ade : Maaf Bu Aina, apakah pengajiannya tetap
dilaksanakan?
Aina : Iya Mas, pengajian tetap dilanjutkan
Zaki : Baiklah, kalau begitu. Saya dan Ade akan
memanggil warga untuk ikut pengajian
bersama kita. Ayo, De.
Erlan : Saya akan cari pinjaman tikar dulu ke rumah
Pak RT, permisi bu
Sudah tujuh
hari berlalu, duka masih terus dirasakan oleh keluarga Pak Buyung. Seluruh
warga berganti-gantian menghibur Bu Aina beserta anak. Termasuk hari ini, warga
membantu Bu Aina untuk menyiapkan pengajian untuk Pak Buyung yang masih belum
dapat ditemukan.
Ista : Papa, papa tidak ke rumah Bu Aina? Ramai
orang di sana (duduk di sebelah papanya)
Toke : Agama kita berbeda, untuk apa kita datang
(mengipas-ngipas)
Ista : Yah, datang aja pa, lihat orang-orang itu
sedang menangis
Yusna : Untuk apa kita pergi, biarkan sajalah.
Arma : Kamu masuk kamar saja sana, belajar atau
ngapain lah. Jangan keluar rumah!
Ista : Iya, dasar cerewet! (pergi ke kamar)
Toke : Lu berdua ayo pijatkan wa. Badan wa sakit
sekali
arma : Lu udah tua pek! (berbisik-bisik dengan
Yusna)
Toke : Lu bicarakan wa ya? (berbalik arah penuh
curuga)
Yusna : Tidak, ayo ke kamar biar kami pijatkan!
***
Warga : Yasiiin, wal kur anil hakim…. Innaka….
Tok…tok…tok… bunyi ketukan pintu. Warga berhenti mengajai dan
melihat kea rah pintu.
Polisi : Maaf,apakah benar ini kediaman Bu Aina?
Aina : (keluar rumah) iya, saya Aina. Ada yang bisa
saya bantu pak?
Polisi : Apakah benar suami ibu bernama Septian yang
hanyut seminggu yang lalu?
Aina : Ya, benar. Ada apa ya pak?
Polisi : (Menoleh ke belakang) Pak, ayo ke mari!
Semua orang
mengikuti arah pandangan pak polisi itu dan betapa terkejutnya mereka melihat
sosok yang sudah seminggu ini menghilang kemudian muncul di depan mereka.
Aina : Mas Buyung…. Ini benar mas Buyung? (mendekati
sosok yang mirip suaminya itu)
Polisi : Iya, ini Pak Buyung. Dia ditemukan di
pelabuhan desa seberang tiga hari yang
lalu. Namun, pada saat itu beliau koma sehingga tidak bisa kami mintai keterangan. Baru hari ini kami bisa
mengantarkan Pak Buyung
ke rumahnya.
Aina : Allahu Akbar, terima kasih Ya Allah, Kau
telah mendengarkan doaku (bersimpuh dan
menangis)
Lidia : Ye…. Bapak pulang, bapak pulang (memeluk
bapaknya)
Warga : Alhamdulillah
Polisi : Pak Buyung harus beristirahat total untuk
memulihkan kondisinya. Saya harap
warga di sini tidak menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tenggelamnya Pak Buyung, sebab beliau masih
trauma.
Pak RT : Iya pak, terima kasih sudah mengantarkan Pak
Buyung kembali ke desa ini.
Polisi : Ini sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau
begitu saya permisi dulu ya.
Asslamualaikum
Warga : Walaikumsalam
Zaki : Ayo, kita bawa Pak Buyung ke dalam rumah
Erlan : Iya, sini saya bantu (memapah Pak Buyung ke
kamarnya)
Di luar kamar
Aina : Bapak-bapak dan ibu-ibu saya mengucapkan
terima kasih atas bantuannya selama ini.
Allah Swt. Mendengar doa kita semua. Saya mohon
maaf jika selama ini saya merepotkan bapak-bapak dan ibu-ibu.
Bu Lurah : Sudah kewajiban kita untuk saling membantu
antar sesame, bu.
Bu RT : Iya, kami ikut bahagia atas kepulangan
suami ibu.
Pak RT : Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu saya juga
mengucapkan terima kasih atas tenggang
rasa serta toleransi dari bapak-bapak dan ibu-ibu sudang mau meluangkan waktunya untuk membantu keluarga Bu
Aina yang sedang tertimpa
musibah.
Mona : Sama-sama pak, kami senang bisa membantu.
Kita semua inikan keluarga.
Yuni : Iya pak, sudah sepatutnya kami membantu.
Pak RT : Ya sudah kalau begitu, kalian semua bisa
pulang ke rumah masing- masing. Kita
biarkan Pak Buyung untuk beristirahat
Saat warga
hendak pulang, dukun tiba-tiba saja datang menghampiri
Dukun : Itu bukan Buyung asli, itu setan yang
menjelma sebagai Pak Buyung!
Aina : Apa maksud nenek? Kenapa berbicara seperti
itu?
Dukun : Dia bukan Buyung, dia bukan buyung
(berteriak)
Siti Nurarafah : Dia kenapa mak? (berbisik kepada mamaknya)
Sari : Mamak juga tidak tahu
Dukun : Percayalah, itu bukan bukan Buyung!
Pak RT : Bapak-bapak, tolong bawa dukun ini kembali ke
rumahnya
Erlan, Ade, dan Zaki : Baik pak, ayo nek, kami antarkan pulang!
Dukun : Dia bukan buyung! Dia bukan buyung!
(berteriak)
Tiba-tiba saja
badai datang, suara petir menggelegar diringi kilat yang menyambar-nyambar.
Seketika dukun jatuh tak sadarkan diri.
Ade : Nek, nek, nek, bangun nek! (menepuk-nepuk pipinya)
Bu RT : Kenapa dia, mas?
Bu Lurah : (memeriksa denyut nadinya) Innalillahi….
Erlan : Kenapa, bu?
Bu Lurah : Dia sudah meninggal
Warga : Innalillahi
Tiba-tiba lampu padam dan terdengar dentuman keras tak jauh dari
rumah Bu Aina.
Pemilik rumah : aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
(kemudian senyap)
Mona : Lihat itu, ada rumah yang terbakar (menunjuk
ke arah rumah yang terbakar)
Yuni : Rumah siapa ya?
Fitria : Mak, itu kan rumah Ista yang orang kaya itu
(menarik baju mamaknya)
Mimi : Astagfirullah…
Pak RT : Ayo kita lihat ke sana! (berlari ke rumah
yang terbakar)
Ade : Ini nenek gimana pak?
Bu RT : Bawa dia ke puskesmas, di sana ada mahasiswa
kemarin yang menjaga.
Ade : Baik bu!
***
Pak RT : Ayo bapak-bapak padamkan apinya (mengambil
ember dan menuju sumur yang ada di rumah
warga sekitar)
Zaki : Susah pak dimatikan (menyiram air ke sumber
api)
Pak RT : Terus saja siram, pasti padam apinya.
Siti Nurarafah : Hujan bu, hujan (menegadahkan kepalanya ke
langit)
Hujan pun
mengguyur desa itu, api yang berkobar itu pun padam seketika. Para warga segera
mengevakuasi orang-orang yang ada di rumah itu.
Mona dan Yuni : (memapah ista) di sudah tak bernapas lagi
pak.
Mimi : Ya Allah, innalillahi…
Zaki dan Ade : (memapah toke) sudah tak nampak lagi pak,
bentuk wajahnya. Habis terbakar.
Pak RT : (Memapah Yusna) dia juga sudah tak bernapas
lagi.
Bu RT : Innalillahi…. Ya Allah kenapa jadi seperti
ini. Ada apa dengan desa ini Ya Allah
(menangis histeris)
Sari : Bagimana dengan anggota keluarganya yang satu
lagi pak? Setahu saya ada empat
orang yang tinggal di rumah ini
Erlan dan Dedi : (memapah Arma) ini pak, bu. Dia juga tak
bernyawa lagi.
Bu Lurah : Astagfirullah….. innalillahi…. Bapak-bapak
dan ibu-ibu tolong bawa mereka semua ke
puskesmas.
Warga : Baik bu.
***
Keesokan
harinya, warga desa Z sudah ada di taman abadi tempat pemakaman umum. Pagi hari
itu, desa Z berkabung atas meninggalnya 5 orang warga sekaligus dalam satu
malam. Sungguh kejadian yang tak pernah terbayangkan.
Pak Ustad : Mari kita semua menundukkan kepala, berdoa
semoga saudara-saudari kita yang
meninggal hari ini diampuni dosanya dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah Swt. Al-fatihah….. aamiin ya rabbal alamiin.
Warga : Aamiin.
Pak Ustad : Apa yang terjadi pada hari ini semoga dapat
diambil hikmahnya oleh kita semua, bahwa
hidup ini singkat maka perbanyaklah berbuat amal yang sholeh.
Warga : Iya Pak Ustad
Pak RT : Baik, para warga yang ada di sini, kalian
semua boleh pulang ke rumah masing-masing
Saat di
perjalanan pulang
Sari : Kok bisa ya uda, kejadiannya seperti ini. Apa
ini kutukan?
Erlan : Hush…. Indak boleh berbicara seperti itu,
diak. Ini sudah takdir dari Allah
Mimi : Memang aneh tapi nyate lah, bang. Adik tengok
macam cerita-cerita yang ada tv-tv itu,
Azab yang kejam.
Zaki : Amboi dek, jage tu mulut. Tak baik cakap
macam tu (memukul pundak istrinya)
Buyung : Saya bersyukur, Gusti Allah masih memberikan
saya kesempatan untuk hidup,
Alhamdulillah.
Aina : Alhamdulillah, semoga kita semua dilindungi
oleh Allah swt. (sambil mendorong kursi
roda suaminya)
Siti Nurarafah : Kasihan ya nasib Ista, masih muda tapi udah
tidak ada.
Fitria : Namanya juga suratan takdir, mau kecil atau
besar pasti akan mati juga nantinya.
Lidia : Aku bersyukur, Tuhan masih mengizinkan bapak
tetap hidup dan sehat sampai detik ini.
Siti Nurarafah : Kita main yuk!
Lidia : Mau main apa?
Siti Nurarafah : Main canang saja, bagaimana?
Fitria : Boleh, ayo kita ke lapangan!
Lidia : Ibu dan bapak, kami main dulu ya
Sari : Jangan main jauh-jauh dan jangan pulang
kesorean.
Anak-anak : Iya (lalu lari menuju lapangan)
Gadis Jelita : Mas Ade…. (berteriak dari arah belakang)
Ade : (menoleh ke belakang) eh dik Dena, dari mana?
Gadis Jelita : Baru pulang dari kampung sebelah, mas. Mas
dari mana?
Ade : Dari melayat, dik. Adik sekarang mau kemana?
Gadis jelita : Mau pulang, mas. Mas jadi mau ketemu orang
tuaku?
Ade : Oh iya, kalau boleh sekarang, bagaimana
menurutmu?
Gadis jelita : Ya udah, mas. Ayo ke rumah
Erlan : Siapa itu, De?
Ade : Oh iya, mas. Lupa ngenalinnya. Ini Dena
keponakannya Bu Lurah yang baru datang dari Bandung. Saya sudah kenal
lama dengan dia waktu saya sekolah dulu,
eh ketemu lagi ternyata di desa ini.
Gadis jelita : (menyelami satu per satu) perkenalkan nama
saya Dena.
Zaki : Pandainya Ade memilih gadis.
Ade : Ah mas, bisa saja. Ya sudah mas, mbak, saya
permisi dulu ya, mau ketemu orang tuanya
Dena. Permisi (pergi)
Erlan : Ada yang pergi dan ada yang datang, begitulah
kehidupan.
Sari : Semoga semuaya baik-baik saja.
Tidak ada manusia yang tahu akan seperti apa hidup mereka. Mereka
hanya perlu berusaha dan berikhitiar kepada Allah swt. Agar segala sesuatunya
dilancarkan. Hidup ini singkat, hanya orang-orang yang terus berusaha dan
bersyukurlah yang dapat menikmatinya hidup yang singkat ini.